BAB
I
PENDAHULUAN
a.
Latar
Belakang
Banyak
istilah yang dipakai dalam menyatakan suatu trauma atau cedera pada kepala di
Indonesia. Beberapa Rumah Sakit ada yang memakai istilah cedera kepala dan
cedera otak sebagai suatu diagnosis medis untuk suatu trauma pada kepala,
walaupun secara harfiah kedua istilah tersebut sama karena memakai gradasi
responds Glaso Coma Scale (GCS) sebagai tingkat gangguan yang terjadi akibat
suatu cedera di kepala.
Cedera
kepala meliputi trauma kepala,tengkorak, dan otak. Secara anatomis otak
dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala, serta tulang dan tentorium
atau helem yang membungkusnya. Tanpa perlindungan ini otak akan mudah sekali
terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak tidak
dapat diperbaiki lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi
seseorang.
Efek-efek
ini harus dihindari dan ditemukan secepatnya oleh perawat untuk menghindari
rangkaian kejadian yang menimbulkan gangguan mental dan fisik, bahkan kematian.
Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologis yang paling serius diantara
penyakit neurologis, dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan
jalan raya. Diperkirakan 2/3 korban dari kasus ini berusia dibawah 30 tahun
dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita. Lebih dari setengah dari
semua klien cedera kepala berat mempunyai signifikan cedera terhadap bagian
tubuh lainnya. Adanya syok hipovolemik pada klien cedera kepala biasanya karena
cedera pada bagian tubuh lainnya. Resiko utama klien yang mengalami cedera
kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai
responds terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intracranial.
b.
Tujuan
1. Mahasiswa
mampu mengerti dan memahami tentang cedera kepala pada manusia
2. Mahasiswa
bisa mengerti patofisiologi dari cedera kepala
3. Mahasiswa
dapat memenuhi tugas mata kuliah Sistem Neurobehaviour I
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
a.
Pengertian
Cedera
kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok
usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.
Disamping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah
sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan
penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. (kapita selekta kedokteran,2000)
Tindakan
resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisis umum serta neurologis harus
dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi
kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera kepala
menjadi ringan segera ditentukan saat pasien tiba di rumah sakit. (kapita
selekta kedokteran,2000)
Cedera
kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi
terhasdap kepala yang menyebabkan kerusakan tenglorak dan otak. (Pierce Agrace
& Neil R. Borlei, 2006 hal 91).
Trauma
atau cedera kepala adalah di kenal sebagai cedera otak gangguan fungsi normal
otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis
terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh masa karena
hemoragik, serta edema serebral do sekitar jaringan otak. (Batticaca Fransisca,
2008, hal 96).
Cedera
kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak
yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan innterstiil dalm substansi otak
tanpa di ikuti terputusnya kontinuitas otak. (Arif Muttaqin, 2008, hal 270-271)
Berdasarkan
Glassgow Coma Scale (GCS) cedera kepala atau otak dapat di bagi menjadi 3
gradasi :
1. Cedera
kepala ringan (CKR) = GCS 13-15
2. Cedera
kepala sedang (CKS) = GCS 9-12
3. Cedera
kepala berat (CKB) =
GCS ≤ 8
b.
Etiologi
Penyebab cedera kepala
antara lain:
·
efek dari kekuatan atau energi yang
diteruskan ke otak
·
efek percepatan dan perlambatan
(ekselerasi-deselarasi) pada otak
·
kecelakaan lalulintas
·
kecelakaan kerja
·
trauma pada kepala dan benda/serpihan
·
kejatuhan benda
·
luka tembak
c.
Manifestasi Klinis
Tanda
dan gejala yang terjadi pada cedera kepala berdasarkan klasifikasinya :
a) Cidera
kepala Ringan / Minor :
Nilai GCS 13-15 ( sadar penuh, atentif dan orientatif )
Tidak ada kehilangan kesadaran
Tidak ada criteria cidera sedang-berat.
Pasien dapat mengeluh nyeri pada kepala dan pusing
Hematoma pada kulit kepala
Abrasi
Nilai GCS 13-15 ( sadar penuh, atentif dan orientatif )
Tidak ada kehilangan kesadaran
Tidak ada criteria cidera sedang-berat.
Pasien dapat mengeluh nyeri pada kepala dan pusing
Hematoma pada kulit kepala
Abrasi
b) Cidera
kepala Sedang :
Nilai GCS 9-12 ( konfusi, letargi, stupor )
Muntah
Konkusi
Amnesia pasca trauma
Tanda kemungkinan fraktur kranium ( tanda bettle, mata rabun, hemotipanan, otorea atau rinorea, cairan cerebrospinal ).
Nilai GCS 9-12 ( konfusi, letargi, stupor )
Muntah
Konkusi
Amnesia pasca trauma
Tanda kemungkinan fraktur kranium ( tanda bettle, mata rabun, hemotipanan, otorea atau rinorea, cairan cerebrospinal ).
c) Cidera
kepala Berat :
Nilai GCS 3-8 ( koma )
Penurunan derajat kesadaran secara progresif
Sakit kepala hebat
Tanda neurologis local
Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium
Perdarahan
Laju pernafasan menjadi lambat
Tampak sangat mengantuk
Linglung
Kejang
Patah tulang tengkorak
Memar diwajah atau patah tulang diwajah
Hipotensi
Bicara ngawur
Kaku kuduk
Pembengkakan pada daerah yang mengalami cidera
Gelisah
Nilai GCS 3-8 ( koma )
Penurunan derajat kesadaran secara progresif
Sakit kepala hebat
Tanda neurologis local
Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium
Perdarahan
Laju pernafasan menjadi lambat
Tampak sangat mengantuk
Linglung
Kejang
Patah tulang tengkorak
Memar diwajah atau patah tulang diwajah
Hipotensi
Bicara ngawur
Kaku kuduk
Pembengkakan pada daerah yang mengalami cidera
Gelisah
d.
Patofisiologi
Kerusakan sel
otak
|
Kontusio,laserasi
|
Kelainan
metabolisme
|
Hypoxemia
|
TIK (Oedema, hematoma)
|
Resppon Biologi
|
Cidera otak
skunder
|
Cidera otak primer
|
Cedera Kepala
|
Asupan nutrisi kurang
|
Gangguan perfusi jaringan
|
Herniasi
|
Tekanan pembuluh pulmonanal
|
TD, tahanan vaskuler,
dan sistemik
|
Katekolamin dan
Sekresi asam lambung
|
Muntah mual
|
Gangguan metabolism
|
O2 TURUN
|
Stress
|
Gangguan Autoregulasi
|
Rangsangan simpatis
|
berat badan menurun
|
berat badan menurun
|
G3 pada medulla oblongata
|
Iskemic
jaringan
|
nekrosis
|
Gangguan perfusi jaringan
|
Cardiac output
|
Difusi O2 Terhambat
|
Intoleran aktivitas
|
lemah
|
berat badan menurun
|
Kebocoran cairan kapiler
|
Oedema PAru
|
Tekanan hidrostatik
|
e.
Mekanisme Cedera Kepala
Berdasarkan
besarnya gaya dan lamanya gaya yang bekerja pada kepala manusia maka mekanisme
terjadinya cedera kepala tumpul dapat dibagi menjadi dua:
(1)
Static loading
Gaya
langsung bekerja pada kepala, lamanya gaya yang bekerja lambat, lebih dari 200
milidetik. Mekanisme static loading ini jarang terjadi tetapi kerusakan yang
terjadi sangat berat mulai dari cidera pada kulit kepala sampai pada kerusakan
tulang kepala, jaringan dan pembuluh darah otak.
(2)
Dynamic loading
Gaya
yang bekerja pada kepala secara cepat (kurang dari 50 milidetik). Gaya yang
bekerja pada kepala dapat secara langsung (impact injury) ataupun gaya tersebut
bekerja tidak langsung (accelerated-decelerated injury). Mekanisme cidera
kepala dynamic loading ini paling sering terjadi
a.
Impact Injury
Gaya
langsung bekerja pada kepala. Gaya yang terjadi akan diteruskan kesegala arah,
jika mengenai jaringan lunak akan diserap sebagian dan sebagian yang lain akan
diteruskan, sedangkan jika mengenai jaringan yang keras akan dipantulkan
kembali. Tetapi gaya impact ini dapat juga menyebabkan lesi
akselerasi-deselerasi. Akibat dari impact injury akan menimbulkan lesi :
Pada
cidera kulit kepala (SCALP) meliputi Vulnus apertum, Excoriasi, Hematom
subcutan, Subgalea, Subperiosteum. Pada tulang atap kepala meliputi Fraktur
linier, Fraktur distase, Fraktur steallete, Fraktur depresi. Fraktur basis
cranii meliputi Hematom intracranial, Hematom epidural, Hematom subdural,
Hematom intraserebral, Hematom intrakranial. Kontusio serebri terdiri dari
Contra coup kontusio, Coup kontusio. Lesi difuse intrakranial, Laserasi serebri
yang meliputi Komosio serebri, Diffuse axonal injury
b. Lesi akselerasi –
deselerasi
Gaya
tidak langsung bekerja pada kepala tetapi mengenai bagian tubuh yang lain
tetapi kepala tetap ikut bergerak akibat adanya perbedaan densitas antara
tulang kepala dengan densitas yang tinggi dan jaringan otak dengan densitas
yang lebih rendah, maka jika terjadi gaya tidak langsung maka tulang kepala
akan bergerak lebih dahulu sedangkan jaringan otak dan isinya tetap berhenti,
sehingga pada saat tulang kepala berhenti bergerak maka jaringan otak mulai
bergerak dan oleh karena pada dasar tengkorak terdapat tonjolan-tonjolan maka
akan terjadi gesekan antara jaringan otak dan tonjolan tulang kepala tersebut
akibatnya terjadi lesi intrakranial berupa Hematom subdural, Hematom
intraserebral, Hematom intraventrikel, Contra coup kontusio. Selain itu gaya
akselerasi dan deselerasi akan menyebabkan gaya terikan ataupun robekan yang
menyebabkan lesi diffuse berupa Komosio serebri, Diffuse axonal injury.
f.
Klasifikasi
Cedera
kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan, dan morfologi
cedera. (kapita selekta kedokteran, 2000)
1. Mekanisme
: berdasarkan adanya penetrasi duramater
·
Trauma tumpul : kecepatan tinggi (otomobil)
Kecepatan
rendah (terjatuh, dipukul)
·
Trauma tembus (luka tembus peluru dan cedera
tembus lainnya)
2. Keparahan
cedera
·
Ringan : skala koma glassgow (Glassgow Come
Scale) 14-15
·
Sedang : GCS 9-13
·
Berat : GCS 3-8
3. Morfologi
·
Fraktur tengkorak : kranium : linear/stelatum
;depresi/nondepresi ; terbuka/tertutup basis : dengan/tanpa kebocoran cairan
cerebrospinal dengan/ tanpa kelumpuhan nervus VII
·
Lesi intrakranial : vocal : epidural, subdural, intracerebral
Difus
: konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus
g.
Penatalaksanaan
1. Pada
pasien dengan cedera kepala dan/atau leher, lakukan foto tulang belakang
servikal (proyeksi antero-posterior, lateral dan odontoid), kolar servikal baru
dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh tulang servikal C1-C7 normal.
2. Pada
semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat, lakukan prosedur berikut :
·
Pasang jalur intravena dengan larutan salin
normal (NaCl 0,9%) atau larutan Ringer Laktat : cairan isotonis lebih efektif
mengganti volume intravaskuler daripada cairan hipotonis, dan cairan ini tidak
menambah edema serebri
·
Lakukan pemeriksaan : hematokrit, periksa
daraf perifer lengkap, trombosit, kimia darah : glukosa, ureum, dan kreatinin,
masa protrombin atau masa tromboplastin parsial, skrining toksikologi dan kadar
alkohol bila perlu
3. Lakukan
CT Scan dengan jendela tulang : foto rontgen kepala tidak diperlukan jika CT
Scan dilakukan, karena CT Scan ini lebih sensitif untuk mendeteksi fraktur.
Pasien dengan cedera kepala ringan, sedang, atau berat, harus dievaluasi adanya
:
·
Hematoma epidural
·
Darah dalam subaraknoid dan intraventrikel
·
Kontusio dan perdarahan jaringan otak
·
Edema serebri
·
Obliterasi sisterna perimesensefalik
·
Pergeseran garis tengah
·
Fraktur kranium, cairan dalam sinus, dan
pneumosefalus
4. Pada
pasien yang koma (skor GCS < 8) atau pasien dengan tanda-tanda herniasi,
lakukan tindakan berikut ini :
·
Elevasi kepala 30º
·
Hiperventilasi : intubasi dan berikan
ventilasi mandatorik intermiten dengan kecepatan 16-20 kali/menit dengan volume
tidal 10-12 ml/kg. Atur tekanan CO2 sampai 28-32 mmHg. Hipokapnia berat (pCO2
< 25 mmHg) harus dihindari sebab dapat menyebabkan vasokontriksi dan iskemia
cerebri
·
Berikan manitol 20% 1 g/kg intravena dalam
20-30 menit. Dosis ulangan dapat diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar ¼
dosis semula setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam pertama.
·
Pasang keteter Foley
·
Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi
(hematoma epidural yang besar, hematoma subdural, cedera kepala terbuka, dan
fraktur impresi > 1 diploe)(kapita selekta kedokteran,2000)
h.
Komplikasi
Kemunduran
pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma intrakranial, edema
serebral progresif, dan herniasi otak
Edema
serebral dan herniasi
Edema
serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada pasien yang mendapat
cedera kepala, puncak pembengkakan yang terjadi kira kira 72 jam setelah
cedera. TIK meningkat karena ketidakmampuan tengkorak untuk membesar meskipun
peningkatan volume oleh pembengkakan otak diakibatkan trauma.
Sebagai
akibat dari edema dan peningkatan TIK, tekanan disebarkan pada jaringan otak
dan struktur internal otak yang kaku. Bergantung pada tempat pembengkakan,
perubahan posisi kebawah atau lateral otak (herniasi) melalui atau terhadap
struktur kaku yang terjadi menimbulkan iskemia, infark, dan kerusakan otak
irreversible, kematian.
Defisit
neurologik dan psikologik
Pasien
cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti anosmia (tidak
dapat mencium bau bauan) atau abnormalitas gerakan mata, dan defisit neurologik
seperti afasia, defek memori, dan kejang post traumatic atau epilepsy. Pasien
mengalami sisa penurunan psikologis organic (melawan, emosi labil) tidak punya
malu, emosi agresif dan konsekuensi gangguan.
Komplikasi
lain secara traumatik:
1.
Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)
2.
Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis,
abses otak)
3.
Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)
Komplikasi
lain:
1.
Peningkatan TIK
2.
Hemorarghi
3.
Kegagalan nafas
4.
Diseksi ekstrakranial
i.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
penunjang yang diperlukan pada klien dengan cedera kepala meliputi :
a) CT
scan ( dengan/tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler, dan perubahan jaringan otak
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler, dan perubahan jaringan otak
b) MRI
Digunakan sama dengan CT scan dengan/tanpa kontras radio aktif
Digunakan sama dengan CT scan dengan/tanpa kontras radio aktif
c) Cerebral
angiografi
Menunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak skundre menjadi edema, perdarahan, dan trauma.
Menunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak skundre menjadi edema, perdarahan, dan trauma.
d) Serial
EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis
e) Sinar
X
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan/edema) fragmen tulang
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan/edema) fragmen tulang
f) BAER
Mengeroksi batas fungsi korteks dan otak kecil
Mengeroksi batas fungsi korteks dan otak kecil
g) PET
Mendeteksi perubahan aktifititas metabolism otak
Mendeteksi perubahan aktifititas metabolism otak
h) CSS
Lumbal fungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid
Lumbal fungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid
i) Kadar
elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan intracranial
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan intracranial
j) Screen
toxicology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran
k) Rontgen
thorahk 2 arah (PA/AP dan lateral)
Rontgen thorak menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural.
Rontgen thorak menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural.
l) Toraksentesis
menyatakan darah/cairan
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN
a.
Pengkajian
1. Identitas
pasien (nama, usia, jenis kelamin, alamat, agama dan status perkawinan)
2. Keluhan
utama (keluhan yang dirasakan pasien saat kejadian dan saat di rumah sakit)
3. Riwayat
penyakit sekarang
Adanya
riwayat trauma yang mengenai kepala akibat KLL, jatuh dari dari ketinggian dan
trauma langsung ke kepala. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
di hubungkan dengan perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku
juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak
responsif dan koma.
4. Riwayat
penyakit dahulu
Pengkajian
yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, riwayat cedera kepala
sebelumnya, DM, penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan konsumsi alkohol yang berlebihan.
5. Riwayat
penyakit keluarga
Mengkaji
adanya anggota keluarga atau dari nenek dan kakek tentang penyakit yang pernah
diderita seperti : penyakit jantung, hipertensi dan DM.
6. Pengkajian
fungsional
1) Pola
Nutrisi
Mengkaji
mengenai pola makan dan minum pasien. Sebelum MRS klien biasa makan 3 kali
sehari, minum 6-8 gelas sehari.Sejak MRS klien mengatakan tidak enak makan dan
minum karena mual-mual dan muntah. Sejak kecelakaan sampai sekarang, klien
sudah muntah 4 kali berisi sisa makanan, darah (-). Siang ini klien sempat
makan bubur 3 sendok tetapi berhenti karena mual muntah. Minum dari tadi pagi ±
100 cc air putih.
2) Pola
Istirahat Tidur
Mengkaji
mengenai pola kebiasaan tidur pasien. Sebelum MRS klien biasa tidur 6-7 jam
sehari dan tidak biasa tidur siang. Setelah MRS klien mengatakan sering
terbangun karena mual dan sakit kepala serta situasi rumah sakit yang ramai.
3) Pola
Aktivitas
Kemampuan Aktivitas
|
Skala Penilaian
|
||||
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|
Makan/minum
|
|
|
x
|
|
|
Mandi
|
|
|
|
x
|
|
Toileting
|
|
|
|
x
|
|
Berpakaian
|
|
|
x
|
|
|
Berpindah
|
|
|
|
x
|
|
Mobilisasi
di tempat tidur
|
|
x
|
|
|
|
Keterangan
:
0
: mandiri
1
: alat bantu
2
: dibantu oleh keluarga atau orang lain
3
: dibantu orang lain dan alat
4
: tergantung
4) Pola
Eliminasi
Mengkaji
pola eliminasi pasien. Sebelum MRS klien biasa BAB 1 kali sehari, BAK 7 – 8
kali sehari ( ± 1200-1500 cc). Sejak MRS di Ruang Ratna klien sudah BAK 2 kali
dengan jumlah ± 200 cc setiap kali BAK menggunakan pispot di atas tempat tidur.
Sejak MRS klien belum BAB.
7. Pemeriksaan
fisik
1) Tanda
– Tanda Vital (TTV)
a. Tekanan
Darah (normal atau mengalami perubahan)
b. Nadi
: (normal atau mengalami perubahan/ takikardi/bradikardi)
c. Respirasi
Rate : (normal atau mengalami perubahan)
d. Suhu
: normal atau mengalami perubahan/hipertermi/hipotermi)
2) Tingkat
Kesadaran
a. Keadaan
umum
b. Kesadaran
(compos mentis/apatis/samnolen/sopor/soporo coma dan atau coma)
c. Glassgow
Coma Scale (GCS)
a) Cedera
kepala ringan : GCS 13-15
b) Cedera
kepala sedang : GCS 9-12
c) Cedera
kepala berat : GCS ≤ 8
3) Head
to Toe
a. Kepala
·
Kepala
Inspeksi : bentuk kepala, adakah benjolan
Palpasi : adakah nyeri tekan
·
Rambut (mengkaji warna, kelebatan,
kering/rapuh)
·
Mata
Inspeksi : bentuk (simetris/tidak), bola mata
(eksoftalmus/enoftalmus), kelopak mata (edema/tidak, ptosis/tidak), konjungtiva
(pucat/tidak, anemis/tidak), sklera (warna putih/kuning/kemerahan) dan pupil
(bentuk isokor/miosis/pin point/midriasis).
Palpasi : mengetahui takanan bola mata dan ada
tidaknya nyeri tekan.
·
Telinga
Inspeksi : simetris/tidak, ukuran besar/sedang/kecil,
elastis/tidak, warna merah/pucat/sianosis, lesi/tidak.
Palpasi : nyeri tekan/tidak
·
Hidung (bentuk, ukuran, warna, sekret/tidak,
lesi/tidak, perdarahan/tidak, pernafasan melalui hidung/mulut, cuping hidung/tidak)
·
Mulut (simetrik/tidak, warna
merah/pucat/sianosis, lesi/tidak, mukosa lembab/kering)
b. Leher
Inspeksi : simetris/tidak dan lesi/tidak
Palpasi : pembesaran kelenjar limfe
ada/tidak, pembesaran kelenjar tyroid
c. Thorak
·
Paru-paru
Inspeksi
: simetris/tidak, penonjolan/tidak, pembengkakan/tidak, lesi/tidak
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
·
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
d. Abdomen
(Inspeksi, Auskultasi, Perkusi dan Palpasi)
e. Ekstremitas
f. Integumen
g. Genetalia
h. Neurologi
4).
Analisa Data
Data
|
Etiologi
|
Problem
|
DS
: pasien meras menggigil
DO
: kejang
|
Aliran
arteri dan vena terputus
|
Perfusi
jaringan cerebral tidak efektif
|
DS
: pasien mengatakan pusing dan nyeri tingkat 8
DO
: nadi meningkat,
|
Kerusakan
jaringan
|
Nyeri
akut
|
DS
: klien mengatakan tidak bisa beraktifitas normal
DO
: ADL di bantu orang lain dan alat
|
Kelemahan
fisik
|
Intoleransi
aktivitas
|
DS
:pasien mengatakan pusing berputar-putar
DO
: wajah terlihat meringis
|
Desak
ruang akibat penumpulan cairan darah di dalam otak
|
Peningkatan
tekanan intrakranial
|
DS
: klien tidak dapat di ajak berbicara normal
DO
: GCS 3-3-4
|
Penurunan
kesadaran
|
Defisit
volume cairan
|
b.
Diagnosa Keperawatan
1) Perfusi
jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan aliran arteri dan vena
terputus.
2) Nyeri
akut berhubungan dengan kerusakan jaringan.
3) Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
4) Peningkatan
tekanan intrakranial berhubungan dengan proses desak ruang akibat penumpukan
cairan darah di dalam otak.
5) Defisit
volume cairan berhubungan dengan penurunan kesadaran
c.
Rencana Keperawatan
NO.
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
NOC
|
NIC
|
1.
|
Perfusi jaringan tak efektif
(spesifik sere-bral) b.d aliran arteri dan atau vena terputus, dengan batasan
karak-teristik:
-
Perubahan respon motorik
-
Perubahan status mental
-
Perubahan respon pupil
-
Amnesia retrograde (gang-guan memori)
|
NOC:
1. Status sirkulasi
2. Perfusi jaringan
serebral
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ….x 24 jam, klien mampu mencapai :
1. Status sirkulasi
dengan indikator:
·
Tekanan darah sistolik dan diastolik dalam rentang yang diharapkan
·
Tidak ada ortostatik hipotensi
·
Tidak ada tanda tanda PTIK
2. Perfusi jaringan
serebral, dengan indicator :
·
Klien mampu berkomunikasi dengan jelas dan sesuai ke-mampuan
·
Klien menunjukkan perhatian, konsentrasi, dan orientasi
·
Klien mampu memproses informasi
·
Klien mampu membuat keputusan dengan benar
·
Tingkat kesadaran klien membaik
|
Monitor
Tekanan Intra Kranial
1. Catat perubahan
respon klien terhadap stimulus / rangsangan
2. Monitor TIK klien
dan respon neurologis terhadap aktivitas
3. Monitor intake dan
output
4. Pasang restrain,
jika perlu
5. Monitor suhu dan
angka leukosit
6. Kaji adanya kaku
kuduk
7. Kelola pemberian
antibiotik
8. Berikan posisi
dengan kepala elevasi 30-40O dengan leher dalam posisi netral
9. Minimalkan stimulus
dari lingkungan
10. Beri jarak antar tindakan
keperawatan untuk meminimalkan peningkatan TIK
11. Kelola obat obat untuk
mempertahankan TIK dalam batas spesifik
Monitoring
Neurologis (2620)
1. Monitor ukuran,
kesimetrisan, reaksi dan bentuk pupil
2. Monitor tingkat
kesadaran klien
3. Monitor tanda-tanda
vital
4. Monitor keluhan
nyeri kepala, mual, dan muntah
5. Monitor respon
klien terhadap pengobatan
6. Hindari aktivitas
jika TIK meningkat
7. Observasi kondisi
fisik klien
Terapi
Oksigen (3320)
1. Bersihkan jalan
nafas dari secret
2. Pertahankan jalan
nafas tetap efektif
3. Berikan oksigen
sesuai instruksi
4. Monitor aliran
oksigen, kanul oksigen, dan humidifier
5. Beri penjelasan
kepada klien tentang pentingnya pemberian oksigen
6. Observasi
tanda-tanda hipoventilasi
7. Monitor respon
klien terhadap pemberian oksigen
8. Anjurkan klien
untuk tetap memakai oksigen selama aktivitas dan tidur
|
NO.
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
NOC
|
NIC
|
2.
|
Nyeri akut b.d dengan kerusakan
jaringan, dengan batasan karakteristik:
-
Laporan nyeri kepala secara verbal atau non verbal
-
Respon autonom (perubahan vital sign, dilatasi pupil)
-
Tingkah laku ekspresif (gelisah, menangis, merintih)
-
Fakta dari observasi
-
Gangguan tidur (mata sayu, menyeringai, dll)
|
NOC:
1. Nyeri terkontrol
2. Tingkat Nyeri
3. Tingkat kenyamanan
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama …. x 24 jam, klien dapat :
1. Mengontrol nyeri, dengan
indikator:
-
Mengenal faktor-faktor penyebab
-
Mengenal onset nyeri
-
Tindakan pertolongan non farmakologi
-
Menggunakan analgetik
-
Melaporkan gejala-gejala nyeri kepada tim kesehatan.
-
Nyeri terkontrol
2. Menunjukkan tingkat
nyeri, dengan indikator:
-
Melaporkan nyeri
-
Frekuensi nyeri
-
Lamanya episode nyeri
-
Ekspresi nyeri; wajah
-
Perubahan respirasi rate
-
Perubahan tekanan darah
-
Kehilangan nafsu makan
3. Tingkat kenyamanan,
dengan indicator :
-
Klien melaporkan kebutuhan tidur dan istirahat tercukupi
|
Manajemen
nyeri (1400)
1. Kaji keluhan nyeri,
lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, dan beratnya nyeri.
2. Observasi respon
ketidaknyamanan secara verbal dan non verbal.
3. Pastikan klien
menerima perawatan analgetik dengan tepat.
4. Gunakan strategi
komunikasi yang efektif untuk mengetahui respon penerimaan klien terhadap
nyeri.
5. Evaluasi
keefektifan penggunaan kontrol nyeri
6. Monitoring
perubahan nyeri baik aktual maupun potensial.
7. Sediakan lingkungan
yang nyaman.
8. Kurangi
faktor-faktor yang dapat menambah ungkapan nyeri.
9. Ajarkan penggunaan
tehnik relaksasi sebelum atau sesudah nyeri berlangsung.
10. Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain untuk memilih tindakan selain obat untuk meringankan nyeri.
11. Tingkatkan istirahat yang
adekuat untuk meringankan nyeri.
Manajemen pengobatan
(2380)
1. Tentukan obat yang
dibutuhkan klien dan cara mengelola sesuai dengan anjuran/ dosis.
2. Monitor efek
teraupetik dari pengobatan.
3. Monitor tanda,
gejala dan efek samping obat.
4. Monitor interaksi
obat.
5. Ajarkan pada klien
/ keluarga cara mengatasi efek samping pengobatan.
6. Jelaskan manfaat
pengobatan yang dapat mempengaruhi gaya hidup klien.
Pengelolaan
analgetik (2210)
1. Periksa perintah
medis tentang obat, dosis & frekuensi obat analgetik.
2. Periksa riwayat
alergi klien.
3. Pilih obat
berdasarkan tipe dan beratnya nyeri.
4. Pilih cara
pemberian IV atau IM untuk pengobatan, jika mungkin.
5. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
6. Kelola jadwal
pemberian analgetik yang sesuai.
7. Evaluasi
efektifitas dosis analgetik, observasi tanda dan gejala efek samping, misal
depresi pernafasan, mual dan muntah, mulut kering, & konstipasi.
8. Kolaborasi dgn
dokter untuk obat, dosis & cara pemberian yang diindikasikan.
9. Tentukan lokasi
nyeri, karakteristik, kualitas, dan keparahan sebelum pengobatan.
10. Berikan obat dengan prinsip 5
benar
11. Dokumentasikan respon dari
analgetik dan efek yang tidak diinginkan
|
NO.
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
NOC
|
NIC
|
3.
|
Intoleransi aktivitas
Berhubungan dengan :
·
Tirah Baring atau imobilisasi
·
Kelemahan menyeluruh
·
Ketidakseimbangan antara suplei oksigen dengan
kebutuhan
|
NOC :
-
Self Care : ADLs
-
Toleransi aktivitas
-
Konservasi eneergi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Pasien bertoleransi terhadap aktivitas dengan Kriteria Hasil :
-
Berpartisipasi dalam
aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
-
Mampu melakukan
aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
-
Keseimbangan aktivitas
dan istirahat
|
NIC
:
1. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
3. Monitor nutrisi dan sumber energi
yang adekuat
4. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
5. Monitor respon kardivaskuler
terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis,
pucat, perubahan hemodinamik)
6. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
7. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan progran
terapi yang tepat.
8. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
9. Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial
10. Bantu untuk
mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
11. Bantu untuk
mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek
12. Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
13. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
14. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
15. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
16. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
17. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
|
d.
Implementasi Keperawatan
No.
|
Diagnosa Keperawatan
|
Intervensi
|
1.
|
Perfusi
jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan aliran arteri dan vena
terputus.
|
1.
Mencatat
perubahan respon klien terhadap stimulus / rangsangan
2.
Memonitor TIK
klien dan respon neurologis terhadap aktivitas
3.
Memonitor
intake dan output
4.
mengkaji
adanya kaku kuduk
5.
Berkolaborasi
dengan dokter tentang pemberian antibiotik
6.
memberikan
posisi dengan kepala elevasi 30-40O dengan leher dalam posisi
netral
7.
Meminimalkan
stimulus dari lingkungan
8.
Memonitor
tingkat kesadaran klien
|
2.
|
Nyeri
akut berhubungan dengan kerusakan jaringan.
|
1.
Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2.
Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3.
Mengontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
4.
Mengajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
hangat/ dingin
5.
Memberikan informasi tentang nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur
6.
Berkolaborasi dengan
dokter tentang pemberian obat analgetik untuk mengurangi nyeri
7.
Memonitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
8.
Memilih cara pemberian IV atau IM untuk pengobatan,
jika mungkin.
9.
Memberikan obat
dengan prinsip 6 benar
|
3.
|
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
|
1.
Mengobservasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
2.
Mengkaji adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan
3.
Memonitor nutrisi dan sumber energi
yang adekuat
4.
Memonitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
5.
Memonitor respon kardivaskuler
terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis,
pucat, perubahan hemodinamik)
6.
Memonitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
7.
Berkolaborasi dengan
Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan progran terapi yang tepat.
8.
Membantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek
9.
Membantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri dan penguatan
|
e.
Evaluasi
Diagnosa Keperawatan
|
Evaluasi
|
Perfusi
jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan aliran arteri dan vena
terputus.
|
S
: klien mengatakan sudah membaik
O:TD:Normal,N:Normal,S:normal,RR:normal
A:
masalah teratasi
P:
hentikan interfensi
|
Nyeri
akut berhubungan dengan kerusakan jaringan.
|
S
: klien mengatakan nyeri yang di rasakan hilang
O
: TD:Normal,N:Normal,S:normal,RR:normal
A:
masalah teratasi
P:
hentikan interfensi
|
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
|
S
: klien sudah dapat berja;an dan beraktifitas normal
O : TD:Normal,N:Normal,S:normal,RR:normal A: masalah teratasi
P:
hentikan interfensi
|
PENUTUP
a. Kesimpulan
Cedera
kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak
yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan innterstiil dalm substansi otak
tanpa di ikuti terputusnya kontinuitas otak. (Arif Muttaqin, 2008, hal
270-271).
Penyebab
dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi trauma oleh
benda/serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari kekuatan atau
energi yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan perlambatan
(ekselerasi-deselarasi) pada otak serta kecelakaan lalu lintas.
b. Saran
Setelah
pembuatan makalah ini sukses diharapkan agar mahasiswa giat membaca makalah
ini, dan mencari ilmu yang lebih banyak diluar dari makalah ini terkait tentang
meteri dalam pembahasan, dan tidak hanya berpatokan dengan satu sumber ilmu
(materi terkait), sehingga dalam tindakan keperawatan dapat menerapkan tindakan
sesuai dengan teori pada klien dengan cedera kepala.
Saran
yang disampaikan kepada Mahasiswa Keperawatan adalah :
1) Dapat
menerapkan tindakan keperawatan pada klien dengan cedera kepala sesuai dengan
prosedur dan teori.
2) Dapat
menilai batasan GCS (Glassgow Coma Scale).
3) Dapat
memberikan pendidikan kesehatan terhadap keluarga maupun klien, baik di rumah
sakit maupun di rumah.
DAFTAR
PUSTAKA
Docterman, Bullechek.2012.Nursing Intervention Classification (NIC). Amerika:Mosby Elseveir
Academic
Fransisca,Batticaca B. 2008.Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta
: Salemba Medika
Mansjoer, Arif.2000.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta : Media Aesculapius
Mansjoer, Arif.2000.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta : Media Aesculapius
Muttaqin, Arif. 2008.Buku
Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta :
Salema Medika
Nanda.2009.Diagnosa
Keperawatan.Jakarta:EGC
Pierce A. Grace & Neil R. Borley. 2006.Ilmu Bedah.Jakarta : Erlangga Swanson,Maas,Morhead,Dkk.2012.Nursing Out Comes (NOC).Amerika:Mosby
Elseveir Academic
Tidak ada komentar:
Posting Komentar