BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Spina
bifida adalah penutupan salah satu kolumna vertebralis tanpa tingkatan protusi
jaringan melalui celah tulang ( Donna L.wong,2003). Penyakit spina bifida atau
sering dikenal dengan sumbing tulang belakang adalah salah satu penyakit yang
banyak terjadi pada bayi. Penyakit ini menyerang melalui medulla spinalis
dimana ada suatu celah pada tulang belakang (vertebra). Hal ini terjadi karena
ada satu atau beberapa bagian dari vertebara gagal menutup atau gagal terbentuk
secara utuh dan dapat menyebabkan cacat berat pada bayi,ditambah lagi penyebab
utama dari penyakit ini masih belum jelas. Hal ini jelas akan menyebabkan
gangguan pada sistem saraf karena medula spinalis termasuk sistem saraf pusat
yang tentunya memiliki peranan yang sangat penting dalam sistem saraf manusia.
Jika medulla spinalis mengalami gangguan,system-sistem lain yang diatur oleh
medulla spinalis pasti juga akan terpengaruh dan akan mengalami gangguan pula.
Hal ini akan semakin memperburuk kerja organ dalam tubuh manusia , apalagi pada
bayi yang system tubuhnya belum berfungsi secara maksimal.Fakta mengataka dari
3 kasus yang sering terjadi pada bayi yang baru lahir di Indonesia yaitu
ensefalus,anensefali, dan spina bifida. Sebanyak 65% bayi baru lahir terkena
spina bifida. Sementara itu fakta lain mengatakan 4,5% dari 10.000 bayi yang
lahir di Belanda menderita penyakit ini atau sekitar 100 bayi setiap tahunnya.
Bayi – bayi tersebut butuh perawatan medis yang intensif sepanjang hidup
mereka. Biasanya mereka menderita lumpuh kaki, dan dimasa kanak-kanak harus
dioperasi berulang kali.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.Apa defenisi
dari spina bifida?
2.
Bagaimana etiologi dari spina bifida?
3.Apa
saja klasifikasi dari spina bifida?
4. Apa
Manifestasi klinis dari spina bifida?
5.Bagaimana
Patofisiologi dari spina bifida?
6.Bagaimana
Pemeriksaan penunjang dari spina bifida?
7.Bagaimana
Penatalaksanaan dari spina bifida?
8.Apa
saja Komplikasi dan faktor resiko dari spina bifida?
1.3 TUJUAN
1.Tujuan
Umum
Mahasiswa
mampu menjelaskan tentang konsep penyakit spina bifida serta
pendekatan
asuhan keperawatannya.
2.Tujuan
Khusus
·
Mahasiswa
mampu mengidentifikasikan defenisi dari spina bifida
·
Mahasiswa
mampu mengidentifikasikan etiologi dan klasifikasi dari spina bifida
·
Mahasiswa
mapu mengidentifikasi tanda dan gejala penyakit spina bifida
·
Mahasiswa
mampu mengidentifikasi dan menguraikan patofisiologi
·
Mahasiswa
dapat mengetahui pemeriksaan penunjang dari penyakit spina bifida
·
Mahasiswa
mampu mengetahui penatalaksanaan penyakit spina bifida
·
Mahasiswa
bisa mengetahui faktor resiko dan kompliksasi dari penyeakit ini
·
Mahasiswa
dapat mengetahui diagnosa dan konsep askep dari spina bifida.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Spina
bifida adalah defek pada penutupan kolumna vertebralis dengan aatau tanpa
tingkatan protusi jaringan melalui celah tulang (Donna L, Wong,2003). Spina
bifida (sumbing tulang belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang
(vertebra) yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal
menutup atau gagal terbentuk secara utuh. Spina bifida adalah kegagalan arkus
vertebralis untuk berfusi di posterior (Rosa M Sacharin, 1996)
Spina
bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus posterior tulang
belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis pada perkembangan
awal dari embrio (Chairuddin Rasyad, 1998).
Keadaan ini
biasanya terjadi pada minggu ke empat masa embrio. Derajat dan lokalisasi defek
bervariasi, pada keadaan yang ringan mungkin hanya ditemukan kegagalan fungsi
satu atau lebih dari satu arkus pascaerior vertebra pada daerah lumosakral.
2.2 ETIOLOGI
Penyebab
spesifik dari spina bifida tidak diketahui,tetapi di duga akibat:
· Genetik
· Kekurangan asam folat pada masa
kehamilan
2.3 KLASIFIKASI
· Spina bifida okulta
Merupaka spina bifida yang paling ringan satu
atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan
selaput otak ( meningitis ) tidak menonjol. Gejalanya:
ü Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul
bagian belakang)
ü Lekukan pada daerah sacrum .
· Spina bifida aperta
Bentuk cacat tabung saraf tempat kantong
selaput otak menonjol melalui lobang. Kulit diatas
pembengkakan biasanya tipis, tekanan pada
kantong menyebabkan fontanella
menonjol. Spina Bifida Aperta dapat terjadi 2 keadaan :
ü Meningokel
ketika kantung berisi cairan cerebro-tulang
belakang (cairan yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang) dan
meninges (jaringan yang meliputi sumsum tulang belakang), tidak ada
keterlibatan saraf. meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan
teraba sebagai suatu benjolan dari cairan dibawah kulit.
Meningokel melibatkan meningen, yaitu selaput
yang bertanggung jawab untuk menutup dan melindungi otak dan sumsum tulang
belakang. Meningokel memiliki gejala lebih ringan daripada myelomeningokel
karena korda spinalis tidak keluar dari tulang pelindung, Meningocele adalah
meningens yang menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai
suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit dan ditandai dengan menonjolnya
meningen, sumsum tulang belakang dan cairan serebrospinal. Meningokel seperti
kantung di pinggang, tapi disini tidak terdapat tonjolan saraf corda spinal.
Seseorang dengan meningocele biasanya mempunyai kemampuan fisik lebih baik dan
dapat mengontrol saluran kencing ataupun kolon.
ü Myelomeningokel
Myelomeningokel ialah jenis spina bifida yang
kompleks dan paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan keluar dari
tubuh, kulit diatasnya tampak kasar dan merah. Penaganan secepatnya sangat di
perlukan untuk mengurangi kerusakan syaraf dan infeksi pada tempat tonjolan
tesebut. Jika pada tonjolan terdapat syaraf yang mempersyarafi otot atau
extremitas, maka fungsinya dapat terganggu, kolon dan ginjal bisa juga
terpengaruh. Jenis myelomeningocale ialah jenis yang paling sering dtemukan
pada kasus spina bifida. Kebanyakan bayi yang lahir dengan jenis spina bifida
juga memiliki hidrosefalus, akumulasi cairan di dalam dan di sekitar otak.
2.4
PATOFISIOLOGI
2.5 MANIFESTASI KLINIS
Spina
bifida okulta dapat asimptomik atau berkaitan dengan :
·
Pertumbuhan
rambut di sepanjang spina
·
Lekukan
di garis tengah, biasanya di area lumbosakral
·
Abnormalitas
gaya berjalan atau kaki
·
Kontrol
kandung kemih yang buruk
Meningokel
dapat asimptomik ata berkaitan dengan :
·
Tonjolan
mirip kantong pada meninges dan CSS dari punggung
·
Club
foot
·
Gangguan
gaya berjalan
·
Inkontinensia
kandung kemih
Mielomeningokel
berkaitan dengan :
·
Tonjolan
meninges, CSS, dan medulla spinalis
·
Defisit
neurologis setinggi dan di bawah tempat pajanan
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis ditegakkan berdasarkan
gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada trimester pertama wanita hamil
menjalani pemeriksaan darah yang disebut Triple Screen. Tes ini merupakan tes
penyaringan untuk spina bifida, sindroma down dan kelainan bawaan lainnya. 85 %
wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida akan memiliki kadar serum alfa
feytoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi,
karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk
memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina
bifida.
Kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan
ketuban)
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan
berikut :
- Rontgen tulang belakang untuk
menentukan luas dan lokasi kelainan.
- USG tulang belakang bisa
menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun vertebra.
- CT-Scan atau MRI tulang
belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya kelainan.
2.7 PENATALAKSANAAN
Pembedahan mielomeningokel dilakukan
pada periode neonatal untuk mencegah ruptur. Perbaikan dengan pembedahan pada
lesi spinal dan pirau CSS pada bayi hidrocefalus dilakukan pada saat kelahiran.
Pencangkokan pada kulit diperlukan bila lesinya besar. Antibiotic profilaktik
diberikan untuk mencegah meningitis. Intervensi keperawatan yang dilakukan
tergantung ada tidaknya disfungsi dan berat ringannya disfungsi tersebut pada
berbagai sistem tubuh.
Berikut ini adalah obat-obat yang dapat
diberikan :
- Antibiotic digunakan sebagai
profilaktik untuk mencegah infeksi saluran kemih (seleksi tergantung hasil
kultur dan sensitifitas).
- Antikolinergik digunakan untuk
meningkatkan tonus kandung kemih.
- Pelunak feces dan laksatif
digunakan untuk melatih usus dan pengeluaran feces.
Penatalaksanaan Keperawatan
- Pre – operasi
Segera setelah lahir
daerah yang terpapar harus dikenakan kasa steril yang direndam salin yang
ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar harus ditutupi kasa yang tidak
melekat, misalnya telfa untuk mencegah jaringan syaraf yang terpapar menjadi
kering.
Perawatan prabedah
neonatus rutin dengan penekanan khusus pada mempertahankan suhu tubuh yang
dapat menurun dengan cepat. Pada beberapa pusat tubuh bayi ditempatkan dalam
kantong plastik untuk mencegah kehilangan panas yang dapat terjadi akibat
permukaan lesi yang basah.
Suatu catatan
aktivitas otot pada anggota gerak bawah dan spingter anal akan dilakukan oleh
fisioterapist. Lingkaran oksipito-frontalis kepala diukur dan dibuat grafiknya.
- Pasca operasi
Perawatan pasca bedah
neonatus umum. Pemberian makanan peroral dapat diberikan 4 jam setelah
pembedahan. Jika ada drain penyedotan luka maka harus diperiksa setiap jam
untuk menjamin tidak adanya belitan atau tekukan pada saluran dan terjaganya
tekanan negatif dalam wadah. Cairan akan berhenti berdrainase sekitar 2 atau 3
hari pasca bedah, dimana pada saat ini drain dapat diangkat. Pembalut luka
kemungkinan akan dibiarkan utuh, dengan inspeksi yang teratur, hingga jahitan
diangkat 10 – 12 hari setelah pembedahan.
Akibat kelumpuhan
anggota gerak bawah, maka rentang gerakan pasif yang penuh dilakukan setiap
hari. Harus dijaga agar kulit di atas perinium dan bokong tetap utuh dan
pergantian popok yang teratur dengan pembersihan dan pengeringan yang seksama
merupakan hal yang penting.
Prolaps rekti dapat
merupakan masalah dini akibat kelumpuhan otot dasar panggul dan harus
diusahakan pemakaian sabuk pada bokong .Lingkaran kepala diukur dan dibuat
grafik sekali atau dua kali seminggu. Seringkali terdapat peningkatan awal
dalam pengukuran setelah penutupan cacad spinal dan jika peningkatan ini
berlanjut dan terjadi perkembangan hidrosefalus maka harus diberikan terapi
yang sesuai. (Rosa.M.Sacharin,1996).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
- Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah yang menderita penyakit sejenis, bagaimana kondisi kehamilan ibu (demam selama kehamilan, epilepsi, mengkonsumsi obat-obat tertentu, dsb), kaji kehamilan sebelumnya (angka kejadian semakin meningkat jika pada kehamilan dua sebelumnya menderita meningomielokel atau anencefali). - Riwayat kesehatan sekarang.
Apa keluhan utama (kelumpuhan, gangguan eliminasi, dsb), adakah penderita yang sama di lingkungan penderita, sudah berapa lama menderita, kapan gejala terasa dan keluhan lain apa yang mengikutinya. - Pengkajian fisik
Pada pengkajian fisik didapat data-data sebagai berikut :
- Aktivitas/istirahat
Tanda : kelumpuhan tungkai tanpa terasa atau refleks pada bayi.
Gejala : dislokasi pinggul.
- Sirkulasi
Tanda : pelebaran kapiler dan pembuluh nadi halus, hipotensi, ekstremitas dingin atau sianosis.
- Eliminasi
Tanda : diurnal ataupun nocturnal, inkontinensia urin/alfi, konstipasi kronis.
- Nutrisi
Tanda : distensi abdomen, peristaltic usus lemah/hilang (ileus paralitik).
- Neuromuskuler
Tanda : gangguan sensibilitas segmental dan gangguan trofik paralisis kehilangan refleks asimetris termasuk tendon dalam, kehilangan tonus otot/vasomotor ; kelumpuhan lengan tungkai dan otot bawah.
- Pernapasan
Tanda : pernapasan dangkal, periode apneu, penurunan bunyi napas.
Gejala : napas pendek, sulit bernapas.
- Kenyamanan
Gejala : suhu yang berfluktuasi. - Pemeriksaan diagnostic
- MRI, CT scan, X-ray
- Tes serum alfa fetoprotein (AFP)
- Ultrasound
3.2 ANALISA DATA
Meliputi keluhan yang dirasakan pasien (Data Subyektif) dan Data yang dapat
diperiksa (Data Obyektif). Contoh Analisa Data pada Pasien Spina Bifida :
- Ds: - keluarga Ny. H
mengatakan cemas dengan tindakan operasi terhadap anaknya.
Do: tampak wajah Ny. H bingung
dan ketakutan
- Ds : - Ny. H mengatakan
An.A menangis terus setelah operasi
Do: - tampak anak A menangis
kesakitan
- Ds : - Ny. H mengatakan anak A
menangis terus setelah operasi
Do : - anak tampak nangis
3.3 DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Beberapa diagnosa yang mungkin muncul pada
pasien Spina Bifida :
1
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (proses pemebedahan)
2
Cemas berhubungan dengan akan dilaukan tindakan pembedahan
3
Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif dan kurangnya
informasi tentang penyakit
4
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive,luka insisi post
pembedahan.
3.4 INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d injuri fisik (proses
pembedahan)
- Kaji skala nyeri
R/Mengevaluasi skala nyeri dan menetapkan intervensi selanjutnya.
- Atur posisi klien yang nyaman
R/. menurunkan tegangan dan mengurani nyeri
- Lakukan teknik pijat bayi yang
benar R/meningkatkan relaksasi
- Lakukan pergantian perban dan
pengawasan pada luka operasi R/untuk mengetahui akan terjadi infeksi
- kolaborasi dengan tim medis
dalam pemebrian obat analgetik R/sebagai agen anti nyeri
- Cemas berhubungan dengan akan
dilaukan tindakan pembedahan
- Bina hubungan saling percaya
R/ Mempermudah intervensi
- Observsi TTV R/ Mengetahui
tekanan darah dan denyut nadi meningkat
- Jelaskan bahwa penyakitnya
bisa di sembuhkan R/ Dengan tindakan operasi penyakinya bisa
disembuhkan
- Berikan reinfocement untuk
menggunakan Sumber Coping yang efektif.
- Kurang Pengetahuan b/d
Keterbatasan Kognitif Dan Kurangnya informasi Tentang Penyakit
- Jelaskan proses penyakit
- Jelaksan tentang program
pengobatan
- Jelaskan tindakan untuk untuk
mencegah komplikasi
- Tanyakan kembali pengetahuan
keluarga pasien tentang penyakit dan program perawatan
- Berikan reinfocement
- Resiko infeksi b/d insisi
luka operasi
- Kaji TTV
- Observasi tanda-tanda infksi
- Lakukan perawatan luka dengan
teknik septik dan aseptik
- Observasi luka insisi
3.5 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d injuri fisik (proses
pembedahan)
- Mengkaji skala nyeri
R/Mengevaluasi skala nyeri dan menetapkan intervensi selanjutnya.
- Mengatur posisi klien yang
nyaman R/. menurunkan tegangan dan mengurani nyeri
- Melakukan teknik pijat bayi
yang benar R/meningkatkan relaksasi
- Melakukan pergantian perban
dan pengawasan pada luka operasi R/untuk mengetahui akan terjadi infeksi
- Berkolaborasi dengan tim medis
dalam pemebrian obat analgetik R/sebagai agen anti nyeri
2. Cemas berhubungan dengan akan
dilaukan tindakan pembedahan
- Membina hubungan saling
percaya R/ Mempermudah intervensi
- Mengobservsi TTV R/ Mengetahui
tekanan darah dan denyut nadi meningkat
- Menjelaskan bahwa penyakitnya
bisa di sembuhkan R/ Dengan tindakan operasi penyakinya bisa
disembuhkan
- Memberikan reinfocement untuk
menggunakan Sumber Coping yang efektif.
3. Kurang Pengetahuan b/d Keterbatasan
Kognitif Dan Kurangnya informasi Tentang Penyakit
- Menjelaskan proses penyakit
- Menjelaksan tentang program
pengobatan
- Menjelaskan tindakan untuk
untuk mencegah komplikasi
- Menanyakan kembali pengetahuan
keluarga pasien tentang penyakit dan program perawatan
- Memberikan reinfocement
4. Resiko infeksi b/d insisi luka
operasi
- Mengkaji TTV
- Mengobservasi tanda-tanda
infksi
- Melakukan perawatan luka
dengan teknik septik dan aseptik
- Mengobservasi luka insisi
3.6 EVALUASI
1. Nyeri teratasi
2. Aktivitas mandiri
3. Gangguan harga diri teratasi
4. Klien mengerti dan memahami
tentang penyakit dan pengobatannya
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Spina bifida merupakan suatu
kelainan bawaan berupa defek pada arkus pascaerior tulang belakang akibat
kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis pada perkembangan awal
dari embrio. Penyebab dari spina bifida belum diketahui secara pasti,tetapi
diduga akibat faktor genetik dan kekurangan asam folat pada masa kehamilan.
Gejala bervariasi tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan
akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa
gejala, sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang
dipersarafi oleh korda spinalis maupun nakar saraf yang terkena.
Pembedahan mielomeningokel dilakukan
pada periode neonetal untuk mencegah ruptur. Perbaikan dengan pembedahan pada
lesi spinal dan pirau CSS pada bayi hidrosefalus dilakukan pada saat kelahiran.
Pencangkokan pada kulit diperlukan bila lesinya besar. Pembedahan dilakukan
untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk mengobati hidrosefalus. Kelainan
ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk fisik yang sering menyertai
spina bifida.
4.2 SARAN
Deteksi dini dan pencegahan pada
awal kehamilan dianjurkan untuk semua ibu yang telah melahirkan anak dengan
gangguan ini dan dan pemeriksaan ditawarkan bagi semua wanita hamil.
DAFTAR PUSTAKA
1. Catzel, Pincus. 1994. Kapita Selekta Pediatri.
Edisi II. Editor : Adrianto, Petrus. Jakarta : EGC.
2. Betz, Cecily L,dkk. 2002. Buku Saku
Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.
3. Rendle, John Dkk. 1994. Ikhtisar
Penyakit Anak Edisi 6 Jilid 2. Bina Rupa Aksara: Jakarta
4. Sacharin, Rosa M. 1996. Prinsip
Keperawatan Pediatrik. Editor : Ni Luh Yasmin. Jakarta: EGC.
5. Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis
Keperawatan Pediatrik. Edisi IV. Jakarta: EGC.
6. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Bag. 3.
EGC: Jakarta.
7. Sacharin, Rosa M.1986.Prinsip
Kepeawatan Pediatrik.Jakarta:EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar