• Home
  • Posts RSS
  • Comments RSS
  • Edit
  • Assalamualaikum wr.wb.

    Assalamualaikum wr.wb.

    Jumat, 17 Oktober 2014

    Cedera Kepala

    BAB I
    PENDAHULUAN
    a.     Latar Belakang
    Banyak istilah yang dipakai dalam menyatakan suatu trauma atau cedera pada kepala di Indonesia. Beberapa Rumah Sakit ada yang memakai istilah cedera kepala dan cedera otak sebagai suatu diagnosis medis untuk suatu trauma pada kepala, walaupun secara harfiah kedua istilah tersebut sama karena memakai gradasi responds Glaso Coma Scale (GCS) sebagai tingkat gangguan yang terjadi akibat suatu cedera di kepala.

    Cedera kepala meliputi trauma kepala,tengkorak, dan otak. Secara anatomis otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala, serta tulang dan tentorium atau helem yang membungkusnya. Tanpa perlindungan ini otak akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak tidak dapat diperbaiki lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang.

    Efek-efek ini harus dihindari dan ditemukan secepatnya oleh perawat untuk menghindari rangkaian kejadian yang menimbulkan gangguan mental dan fisik, bahkan kematian. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologis yang paling serius diantara penyakit neurologis, dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya. Diperkirakan 2/3 korban dari kasus ini berusia dibawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita. Lebih dari setengah dari semua klien cedera kepala berat mempunyai signifikan cedera terhadap bagian tubuh lainnya. Adanya syok hipovolemik pada klien cedera kepala biasanya karena cedera pada bagian tubuh lainnya. Resiko utama klien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai responds terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intracranial.


    b.     Tujuan
    1.    Mahasiswa mampu mengerti dan memahami tentang cedera kepala pada manusia
    2.    Mahasiswa bisa mengerti patofisiologi dari cedera kepala
    3.    Mahasiswa dapat memenuhi tugas mata kuliah Sistem Neurobehaviour I

    BAB II
    TINJAUAN TEORI
    a.    Pengertian
    Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Disamping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. (kapita selekta kedokteran,2000)
    Tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisis umum serta neurologis harus dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera kepala menjadi ringan segera ditentukan saat pasien tiba di rumah sakit. (kapita selekta kedokteran,2000)
    Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi terhasdap kepala yang menyebabkan kerusakan tenglorak dan otak. (Pierce Agrace & Neil R. Borlei, 2006 hal 91).
    Trauma atau cedera kepala adalah di kenal sebagai cedera otak gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh masa karena hemoragik, serta edema serebral do sekitar jaringan otak. (Batticaca Fransisca, 2008, hal 96).
    Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan innterstiil dalm substansi otak tanpa di ikuti terputusnya kontinuitas otak. (Arif Muttaqin, 2008, hal 270-271)
    Berdasarkan Glassgow Coma Scale (GCS) cedera kepala atau otak dapat di bagi menjadi 3 gradasi :
    1.    Cedera kepala ringan (CKR)         = GCS 13-15
    2.    Cedera kepala sedang (CKS)       = GCS 9-12
    3.    Cedera kepala berat (CKB)            = GCS ≤ 8




    b.    Etiologi
    Penyebab cedera kepala antara lain:
    ·         efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak
    ·         efek percepatan dan perlambatan (ekselerasi-deselarasi) pada otak
    ·         kecelakaan lalulintas
    ·         kecelakaan kerja
    ·         trauma pada kepala dan benda/serpihan
    ·         kejatuhan benda
    ·         luka tembak

    c.    Manifestasi Klinis
    Tanda dan gejala yang terjadi pada cedera kepala berdasarkan klasifikasinya :
    a)    Cidera kepala Ringan / Minor :
     Nilai GCS 13-15 ( sadar penuh, atentif dan orientatif )
     Tidak ada kehilangan kesadaran
     Tidak ada criteria cidera sedang-berat.
     Pasien dapat mengeluh nyeri pada kepala dan pusing
     Hematoma pada kulit kepala
     Abrasi
    b)    Cidera kepala Sedang :
     Nilai GCS 9-12 ( konfusi, letargi, stupor )
     Muntah
     Konkusi
     Amnesia pasca trauma
     Tanda kemungkinan fraktur kranium ( tanda bettle, mata rabun, hemotipanan, otorea atau rinorea, cairan cerebrospinal ).
    c)    Cidera kepala Berat :
     Nilai GCS 3-8 ( koma )
     Penurunan derajat kesadaran secara progresif
     Sakit kepala hebat
     Tanda neurologis local
     Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium
     Perdarahan
     Laju pernafasan menjadi lambat
     Tampak sangat mengantuk
     Linglung
     Kejang
     Patah tulang tengkorak
     Memar diwajah atau patah tulang diwajah
     Hipotensi
     Bicara ngawur
     Kaku kuduk
     Pembengkakan pada daerah yang mengalami cidera
     Gelisah
    d.    Patofisiologi


    Kerusakan sel otak
    Kontusio,laserasi
    Kelainan metabolisme
    Hypoxemia
    TIK (Oedema, hematoma)
    Resppon Biologi
    Cidera otak skunder
    Cidera otak primer
    Cedera Kepala
    Asupan nutrisi kurang
    Gangguan perfusi jaringan
    Herniasi
    Tekanan pembuluh pulmonanal
    TD, tahanan vaskuler,
    dan sistemik
    Katekolamin dan
    Sekresi asam lambung
    Muntah mual
    Gangguan metabolism
    O2 TURUN
    Stress
    Gangguan Autoregulasi
    Rangsangan simpatis
    berat badan menurun
    berat badan menurun
    G3 pada medulla oblongata
    Iskemic jaringan
    nekrosis
    Gangguan perfusi jaringan
    Cardiac output
    Difusi O2 Terhambat
    Intoleran aktivitas
    lemah
    berat badan menurun
    Kebocoran cairan kapiler
    Oedema PAru
    Tekanan hidrostatik
     























    e.    Mekanisme Cedera Kepala

    Berdasarkan besarnya gaya dan lamanya gaya yang bekerja pada kepala manusia maka mekanisme terjadinya cedera kepala tumpul dapat dibagi menjadi dua:
    (1) Static loading
    Gaya langsung bekerja pada kepala, lamanya gaya yang bekerja lambat, lebih dari 200 milidetik. Mekanisme static loading ini jarang terjadi tetapi kerusakan yang terjadi sangat berat mulai dari cidera pada kulit kepala sampai pada kerusakan tulang kepala, jaringan dan pembuluh darah otak.

    (2) Dynamic loading
    Gaya yang bekerja pada kepala secara cepat (kurang dari 50 milidetik). Gaya yang bekerja pada kepala dapat secara langsung (impact injury) ataupun gaya tersebut bekerja tidak langsung (accelerated-decelerated injury). Mekanisme cidera kepala dynamic loading ini paling sering terjadi
    a. Impact Injury
    Gaya langsung bekerja pada kepala. Gaya yang terjadi akan diteruskan kesegala arah, jika mengenai jaringan lunak akan diserap sebagian dan sebagian yang lain akan diteruskan, sedangkan jika mengenai jaringan yang keras akan dipantulkan kembali. Tetapi gaya impact ini dapat juga menyebabkan lesi akselerasi-deselerasi. Akibat dari impact injury akan menimbulkan lesi :
    Pada cidera kulit kepala (SCALP) meliputi Vulnus apertum, Excoriasi, Hematom subcutan, Subgalea, Subperiosteum. Pada tulang atap kepala meliputi Fraktur linier, Fraktur distase, Fraktur steallete, Fraktur depresi. Fraktur basis cranii meliputi Hematom intracranial, Hematom epidural, Hematom subdural, Hematom intraserebral, Hematom intrakranial. Kontusio serebri terdiri dari Contra coup kontusio, Coup kontusio. Lesi difuse intrakranial, Laserasi serebri yang meliputi Komosio serebri, Diffuse axonal injury




    b. Lesi akselerasi – deselerasi
    Gaya tidak langsung bekerja pada kepala tetapi mengenai bagian tubuh yang lain tetapi kepala tetap ikut bergerak akibat adanya perbedaan densitas antara tulang kepala dengan densitas yang tinggi dan jaringan otak dengan densitas yang lebih rendah, maka jika terjadi gaya tidak langsung maka tulang kepala akan bergerak lebih dahulu sedangkan jaringan otak dan isinya tetap berhenti, sehingga pada saat tulang kepala berhenti bergerak maka jaringan otak mulai bergerak dan oleh karena pada dasar tengkorak terdapat tonjolan-tonjolan maka akan terjadi gesekan antara jaringan otak dan tonjolan tulang kepala tersebut akibatnya terjadi lesi intrakranial berupa Hematom subdural, Hematom intraserebral, Hematom intraventrikel, Contra coup kontusio. Selain itu gaya akselerasi dan deselerasi akan menyebabkan gaya terikan ataupun robekan yang menyebabkan lesi diffuse berupa Komosio serebri, Diffuse axonal injury.
    f.     Klasifikasi
    Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan, dan morfologi cedera. (kapita selekta kedokteran, 2000)
    1.    Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi duramater
    ·         Trauma tumpul :       kecepatan tinggi (otomobil)
    Kecepatan rendah (terjatuh, dipukul)
    ·         Trauma tembus (luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya)
    2.    Keparahan cedera
    ·         Ringan : skala koma glassgow (Glassgow Come Scale) 14-15
    ·         Sedang : GCS 9-13
    ·         Berat : GCS 3-8
    3.    Morfologi
    ·         Fraktur tengkorak : kranium : linear/stelatum ;depresi/nondepresi ; terbuka/tertutup basis : dengan/tanpa kebocoran cairan cerebrospinal dengan/ tanpa kelumpuhan nervus VII
    ·         Lesi intrakranial :     vocal : epidural, subdural, intracerebral
    Difus : konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus



    g.    Penatalaksanaan
    1.    Pada pasien dengan cedera kepala dan/atau leher, lakukan foto tulang belakang servikal (proyeksi antero-posterior, lateral dan odontoid), kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh tulang servikal C1-C7 normal.
    2.    Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat, lakukan prosedur berikut :
    ·         Pasang jalur intravena dengan larutan salin normal (NaCl 0,9%) atau larutan Ringer Laktat : cairan isotonis lebih efektif mengganti volume intravaskuler daripada cairan hipotonis, dan cairan ini tidak menambah edema serebri
    ·         Lakukan pemeriksaan : hematokrit, periksa daraf perifer lengkap, trombosit, kimia darah : glukosa, ureum, dan kreatinin, masa protrombin atau masa tromboplastin parsial, skrining toksikologi dan kadar alkohol bila perlu
    3.    Lakukan CT Scan dengan jendela tulang : foto rontgen kepala tidak diperlukan jika CT Scan dilakukan, karena CT Scan ini lebih sensitif untuk mendeteksi fraktur. Pasien dengan cedera kepala ringan, sedang, atau berat, harus dievaluasi adanya :
    ·         Hematoma epidural
    ·         Darah dalam subaraknoid dan intraventrikel
    ·         Kontusio dan perdarahan jaringan otak
    ·         Edema serebri
    ·         Obliterasi sisterna perimesensefalik
    ·         Pergeseran garis tengah
    ·         Fraktur kranium, cairan dalam sinus, dan pneumosefalus
    4.    Pada pasien yang koma (skor GCS < 8) atau pasien dengan tanda-tanda herniasi, lakukan tindakan berikut ini :
    ·         Elevasi kepala 30º
    ·         Hiperventilasi : intubasi dan berikan ventilasi mandatorik intermiten dengan kecepatan 16-20 kali/menit dengan volume tidal 10-12 ml/kg. Atur tekanan CO2 sampai 28-32 mmHg. Hipokapnia berat (pCO2 < 25 mmHg) harus dihindari sebab dapat menyebabkan vasokontriksi dan iskemia cerebri
    ·         Berikan manitol 20% 1 g/kg intravena dalam 20-30 menit. Dosis ulangan dapat diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar ¼ dosis semula setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam pertama.
    ·         Pasang keteter Foley
    ·         Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi (hematoma epidural yang besar, hematoma subdural, cedera kepala terbuka, dan fraktur impresi > 1 diploe)(kapita selekta kedokteran,2000)

    h.    Komplikasi
    Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma intrakranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak
    Edema serebral dan herniasi
    Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada pasien yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang terjadi kira kira 72 jam setelah cedera. TIK meningkat karena ketidakmampuan tengkorak untuk membesar meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan otak diakibatkan trauma.
    Sebagai akibat dari edema dan peningkatan TIK, tekanan disebarkan pada jaringan otak dan struktur internal otak yang kaku. Bergantung pada tempat pembengkakan, perubahan posisi kebawah atau lateral otak (herniasi) melalui atau terhadap struktur kaku yang terjadi menimbulkan iskemia, infark, dan kerusakan otak irreversible, kematian.
    Defisit neurologik dan psikologik
    Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti anosmia (tidak dapat mencium bau bauan) atau abnormalitas gerakan mata, dan defisit neurologik seperti afasia, defek memori, dan kejang post traumatic atau epilepsy. Pasien mengalami sisa penurunan psikologis organic (melawan, emosi labil) tidak punya malu, emosi agresif dan konsekuensi gangguan.
    Komplikasi lain secara traumatik:
    1.   Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)
    2.   Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis, abses otak)
    3.   Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)
    Komplikasi lain:
    1.   Peningkatan TIK
    2.   Hemorarghi
    3.   Kegagalan nafas
    4.   Diseksi ekstrakranial


    i.      Pemeriksaan Penunjang
    Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada klien dengan cedera kepala meliputi  :
    a)    CT scan ( dengan/tanpa kontras)
    Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler, dan perubahan jaringan otak
    b)    MRI 
    Digunakan sama dengan CT scan dengan/tanpa kontras radio aktif 
    c)    Cerebral angiografi
    Menunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak skundre menjadi edema, perdarahan, dan trauma.
    d)    Serial EEG
    Dapat melihat perkembangan gelombang patologis
    e)    Sinar X
    Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan/edema) fragmen tulang
    f)     BAER
    Mengeroksi batas fungsi korteks dan otak kecil 
    g)    PET
    Mendeteksi perubahan aktifititas metabolism otak
    h)   CSS
    Lumbal fungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid
    i)     Kadar elektrolit
    Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan intracranial 
    j)      Screen toxicology
    Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran 
    k)    Rontgen thorahk 2 arah (PA/AP dan lateral)
    Rontgen thorak menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural.
    l)     Toraksentesis menyatakan darah/cairan





    BAB III
    ASUHAN KEPERAWATAN

    a.    Pengkajian
    1.    Identitas pasien (nama, usia, jenis kelamin, alamat, agama dan status perkawinan)
    2.    Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat kejadian dan saat di rumah sakit)
    3.    Riwayat penyakit sekarang
    Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat KLL, jatuh dari dari ketinggian dan trauma langsung ke kepala. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran di hubungkan dengan perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif dan koma.
    4.    Riwayat penyakit dahulu
    Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, DM, penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan konsumsi alkohol yang berlebihan.
    5.    Riwayat penyakit keluarga
    Mengkaji adanya anggota keluarga atau dari nenek dan kakek tentang penyakit yang pernah diderita seperti : penyakit jantung, hipertensi dan DM.
    6.    Pengkajian fungsional
    1)    Pola Nutrisi
    Mengkaji mengenai pola makan dan minum pasien. Sebelum MRS klien biasa makan 3 kali sehari, minum 6-8 gelas sehari.Sejak MRS klien mengatakan tidak enak makan dan minum karena mual-mual dan muntah. Sejak kecelakaan sampai sekarang, klien sudah muntah 4 kali berisi sisa makanan, darah (-). Siang ini klien sempat makan bubur 3 sendok tetapi berhenti karena mual muntah. Minum dari tadi pagi ± 100 cc air putih.
    2)    Pola Istirahat Tidur
    Mengkaji mengenai pola kebiasaan tidur pasien. Sebelum MRS klien biasa tidur 6-7 jam sehari dan tidak biasa tidur siang. Setelah MRS klien mengatakan sering terbangun karena mual dan sakit kepala serta situasi rumah sakit yang ramai.
    3)    Pola Aktivitas
    Kemampuan Aktivitas
    Skala Penilaian
    0
    1
    2
    3
    4
    Makan/minum


    x


    Mandi



    x

    Toileting



    x

    Berpakaian


    x


    Berpindah



    x

    Mobilisasi di tempat tidur

    x



    Keterangan :
    0             : mandiri
    1             : alat bantu
    2             : dibantu oleh keluarga atau orang lain
    3             : dibantu orang lain dan alat
    4             : tergantung
    4)    Pola Eliminasi
    Mengkaji pola eliminasi pasien. Sebelum MRS klien biasa BAB 1 kali sehari, BAK 7 – 8 kali sehari ( ± 1200-1500 cc). Sejak MRS di Ruang Ratna klien sudah BAK 2 kali dengan jumlah ± 200 cc setiap kali BAK menggunakan pispot di atas tempat tidur. Sejak MRS klien belum BAB.

    7.    Pemeriksaan fisik
    1)    Tanda – Tanda Vital (TTV)
    a.    Tekanan Darah (normal atau mengalami perubahan)
    b.    Nadi : (normal atau mengalami perubahan/ takikardi/bradikardi)
    c.    Respirasi Rate : (normal atau mengalami perubahan)
    d.    Suhu : normal atau mengalami perubahan/hipertermi/hipotermi)
    2)    Tingkat Kesadaran
    a.    Keadaan umum                              
    b.    Kesadaran (compos mentis/apatis/samnolen/sopor/soporo coma dan atau coma)
    c.    Glassgow Coma Scale (GCS)
    a)    Cedera kepala ringan         : GCS 13-15
    b)    Cedera kepala sedang       : GCS 9-12
    c)    Cedera kepala berat            : GCS ≤ 8      
    3)    Head to Toe
    a.    Kepala
    ·         Kepala
    Inspeksi   : bentuk kepala, adakah benjolan
    Palpasi     : adakah nyeri tekan
    ·         Rambut (mengkaji warna, kelebatan, kering/rapuh)
    ·         Mata
    Inspeksi   : bentuk (simetris/tidak), bola mata (eksoftalmus/enoftalmus), kelopak mata (edema/tidak, ptosis/tidak), konjungtiva (pucat/tidak, anemis/tidak), sklera (warna putih/kuning/kemerahan) dan pupil (bentuk isokor/miosis/pin point/midriasis).
    Palpasi     : mengetahui takanan bola mata dan ada tidaknya nyeri tekan.
    ·         Telinga
    Inspeksi   : simetris/tidak, ukuran besar/sedang/kecil, elastis/tidak, warna merah/pucat/sianosis, lesi/tidak.
    Palpasi     : nyeri tekan/tidak
    ·         Hidung (bentuk, ukuran, warna, sekret/tidak, lesi/tidak, perdarahan/tidak, pernafasan melalui hidung/mulut, cuping hidung/tidak)
    ·         Mulut (simetrik/tidak, warna merah/pucat/sianosis, lesi/tidak, mukosa lembab/kering)
    b.    Leher
    Inspeksi         : simetris/tidak dan lesi/tidak
    Palpasi           : pembesaran kelenjar limfe ada/tidak, pembesaran kelenjar tyroid
    c.    Thorak
    ·         Paru-paru
    Inspeksi : simetris/tidak, penonjolan/tidak, pembengkakan/tidak, lesi/tidak
    Palpasi
    Perkusi
    Auskultasi
    ·         Jantung
    Inspeksi
    Palpasi
    Perkusi
    Auskultasi
    d.    Abdomen (Inspeksi, Auskultasi, Perkusi dan Palpasi)
    e.    Ekstremitas
    f.     Integumen
    g.    Genetalia
    h.    Neurologi
    4). Analisa Data
    Data
    Etiologi
    Problem
    DS : pasien meras menggigil

    DO : kejang
    Aliran arteri dan vena terputus
    Perfusi jaringan cerebral tidak efektif
    DS : pasien mengatakan pusing dan nyeri tingkat 8

    DO : nadi meningkat,
    Kerusakan jaringan
    Nyeri akut
    DS : klien mengatakan tidak bisa beraktifitas normal

    DO : ADL di bantu orang lain dan alat
    Kelemahan fisik
    Intoleransi aktivitas
    DS :pasien mengatakan pusing berputar-putar

    DO : wajah terlihat meringis
    Desak ruang akibat penumpulan cairan darah di dalam otak
    Peningkatan tekanan intrakranial
    DS : klien tidak dapat di ajak berbicara normal

    DO : GCS 3-3-4
    Penurunan kesadaran
    Defisit volume cairan

    b.    Diagnosa Keperawatan

    1)    Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan aliran arteri dan vena terputus.
    2)    Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan.
    3)    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
    4)    Peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan proses desak ruang akibat penumpukan cairan darah di dalam otak.
    5)    Defisit volume cairan berhubungan dengan penurunan kesadaran






    c.    Rencana Keperawatan

    NO.
    DIAGNOSA KEPERAWATAN
    NOC
    NIC

    1.

    Perfusi jaringan tak efektif (spesifik sere-bral) b.d aliran arteri dan atau vena terputus, dengan batasan karak-teristik:
    -          Perubahan respon motorik
    -          Perubahan status mental
    -          Perubahan respon pupil
    -          Amnesia retrograde (gang-guan memori)

    NOC:
    1.   Status sirkulasi
    2.   Perfusi jaringan serebral
    Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x 24 jam, klien mampu mencapai :
    1.   Status sirkulasi dengan indikator:
    ·       Tekanan darah sistolik dan diastolik dalam rentang yang diharapkan
    ·       Tidak ada ortostatik hipotensi
    ·       Tidak ada tanda tanda PTIK
    2.   Perfusi jaringan serebral, dengan indicator :
    ·       Klien mampu berkomunikasi dengan jelas dan sesuai ke-mampuan
    ·       Klien menunjukkan perhatian, konsentrasi, dan orientasi
    ·       Klien mampu memproses informasi
    ·       Klien mampu membuat keputusan dengan benar
    ·       Tingkat kesadaran klien membaik

    Monitor Tekanan Intra Kranial
    1.   Catat perubahan respon klien terhadap stimulus / rangsangan
    2.   Monitor TIK klien dan respon neurologis terhadap aktivitas
    3.   Monitor intake dan output
    4.   Pasang restrain, jika perlu
    5.   Monitor suhu dan angka leukosit
    6.   Kaji adanya kaku kuduk
    7.   Kelola pemberian antibiotik
    8.   Berikan posisi dengan kepala elevasi 30-40O dengan leher dalam posisi netral
    9.   Minimalkan stimulus dari lingkungan
    10. Beri jarak antar tindakan keperawatan untuk meminimalkan peningkatan TIK
    11. Kelola obat obat untuk mempertahankan TIK dalam batas spesifik
    Monitoring Neurologis (2620)
    1.   Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk pupil
    2.   Monitor tingkat kesadaran klien
    3.   Monitor tanda-tanda vital
    4.   Monitor keluhan nyeri kepala, mual, dan muntah
    5.   Monitor respon klien terhadap pengobatan
    6.   Hindari aktivitas jika TIK meningkat
    7.   Observasi kondisi fisik klien
    Terapi Oksigen (3320)
    1.   Bersihkan jalan nafas dari secret
    2.   Pertahankan jalan nafas tetap efektif
    3.   Berikan oksigen sesuai instruksi
    4.   Monitor aliran oksigen, kanul oksigen, dan humidifier
    5.   Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya pemberian oksigen
    6.   Observasi tanda-tanda hipoventilasi
    7.   Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen
    8.   Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama aktivitas dan tidur

    NO.
    DIAGNOSA KEPERAWATAN
    NOC
    NIC

    2.

    Nyeri akut b.d dengan kerusakan jaringan, dengan batasan karakteristik:
    -          Laporan nyeri kepala secara verbal atau non verbal
    -          Respon autonom (perubahan vital sign, dilatasi pupil)
    -          Tingkah laku ekspresif (gelisah, menangis, merintih)
    -          Fakta dari observasi
    -          Gangguan tidur (mata sayu, menyeringai, dll)

    NOC:
    1.  Nyeri terkontrol
    2.  Tingkat Nyeri
    3.  Tingkat kenyamanan
    Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …. x 24 jam, klien dapat :
    1.  Mengontrol nyeri, dengan indikator:
    -          Mengenal faktor-faktor penyebab
    -          Mengenal onset nyeri
    -          Tindakan pertolongan non farmakologi
    -          Menggunakan analgetik
    -          Melaporkan gejala-gejala nyeri kepada tim kesehatan.
    -          Nyeri terkontrol
    2.  Menunjukkan tingkat nyeri, dengan indikator:
    -          Melaporkan nyeri
    -          Frekuensi nyeri
    -          Lamanya episode nyeri
    -          Ekspresi nyeri; wajah
    -          Perubahan respirasi rate
    -          Perubahan tekanan darah
    -          Kehilangan nafsu makan
    3.   Tingkat kenyamanan, dengan indicator :
    -          Klien melaporkan kebutuhan tidur dan istirahat tercukupi

    Manajemen nyeri (1400)
    1.   Kaji keluhan nyeri, lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, dan beratnya nyeri.
    2.   Observasi respon ketidaknyamanan secara verbal dan non verbal.
    3.   Pastikan klien menerima perawatan analgetik dengan tepat.
    4.   Gunakan strategi komunikasi yang efektif untuk mengetahui respon penerimaan klien terhadap nyeri.
    5.   Evaluasi keefektifan penggunaan kontrol nyeri
    6.   Monitoring perubahan nyeri baik aktual maupun potensial.
    7.   Sediakan lingkungan yang nyaman.
    8.   Kurangi faktor-faktor yang dapat menambah ungkapan nyeri.
    9.   Ajarkan penggunaan tehnik relaksasi sebelum atau sesudah nyeri berlangsung.
    10. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk memilih tindakan selain obat untuk meringankan nyeri.
    11. Tingkatkan istirahat yang adekuat untuk meringankan nyeri.
     Manajemen pengobatan (2380)
    1.   Tentukan obat yang dibutuhkan klien dan cara mengelola sesuai dengan anjuran/ dosis.
    2.   Monitor efek teraupetik dari pengobatan.
    3.   Monitor tanda, gejala dan efek samping obat.
    4.   Monitor interaksi obat.
    5.   Ajarkan pada klien / keluarga cara mengatasi efek samping pengobatan.
    6.   Jelaskan manfaat pengobatan yang dapat mempengaruhi gaya hidup klien.
     Pengelolaan analgetik (2210)
    1.   Periksa perintah medis tentang obat, dosis & frekuensi obat analgetik.
    2.   Periksa riwayat alergi klien.
    3.   Pilih obat berdasarkan tipe dan beratnya nyeri.
    4.   Pilih cara pemberian IV atau IM untuk pengobatan, jika mungkin.
    5.   Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
    6.   Kelola jadwal pemberian analgetik yang sesuai.
    7.   Evaluasi efektifitas dosis analgetik, observasi tanda dan gejala efek samping, misal depresi pernafasan, mual dan muntah, mulut kering, & konstipasi.
    8.   Kolaborasi dgn dokter untuk obat, dosis & cara pemberian yang diindikasikan.
    9.   Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas, dan keparahan sebelum pengobatan.
    10. Berikan obat dengan prinsip 5 benar
    11. Dokumentasikan respon dari analgetik dan efek yang tidak diinginkan

    NO.
    DIAGNOSA KEPERAWATAN
    NOC
    NIC

    3.

    Intoleransi aktivitas
    Berhubungan dengan :
    ·         Tirah Baring atau imobilisasi
    ·         Kelemahan menyeluruh
    ·         Ketidakseimbangan antara suplei oksigen dengan kebutuhan


    NOC :
    -          Self Care : ADLs
    -          Toleransi aktivitas
    -          Konservasi eneergi
    Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Pasien bertoleransi terhadap aktivitas dengan Kriteria Hasil :
    -          Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
    -          Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
    -          Keseimbangan aktivitas dan istirahat


    NIC :
    1.    Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
    2.    Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
    3.    Monitor nutrisi  dan sumber energi yang adekuat
    4.    Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
    5.    Monitor respon kardivaskuler  terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
    6.    Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
    7.    Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan progran terapi yang tepat.
    8.    Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
    9.    Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial
    10. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
    11. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek
    12. Bantu untuk  mengidentifikasi aktivitas yang disukai
    13. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
    14. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
    15. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
    16. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
    17. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual



    d.    Implementasi Keperawatan
    No.
    Diagnosa Keperawatan
    Intervensi
    1.
    Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan aliran arteri dan vena terputus.

    1.    Mencatat perubahan respon klien terhadap stimulus / rangsangan
    2.    Memonitor TIK klien dan respon neurologis terhadap aktivitas
    3.    Memonitor intake dan output
    4.    mengkaji adanya kaku kuduk
    5.    Berkolaborasi dengan dokter tentang pemberian antibiotik
    6.    memberikan posisi dengan kepala elevasi 30-40O dengan leher dalam posisi netral
    7.    Meminimalkan stimulus dari lingkungan
    8.    Memonitor tingkat kesadaran klien

    2.
    Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan.


    1.    Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
    2.    Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
    3.    Mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
    4.    Mengajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
    5.    Memberikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
    6.    Berkolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat analgetik untuk mengurangi nyeri
    7.    Memonitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
    8.    Memilih  cara pemberian IV atau IM untuk pengobatan, jika mungkin.
    9.    Memberikan obat dengan prinsip 6 benar

    3.
    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
    1.    Mengobservasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
    2.    Mengkaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
    3.    Memonitor nutrisi  dan sumber energi yang adekuat
    4.    Memonitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
    5.    Memonitor respon kardivaskuler  terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
    6.    Memonitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
    7.    Berkolaborasi dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan progran terapi yang tepat.
    8.    Membantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek
    9.    Membantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan


    e.    Evaluasi
    Diagnosa Keperawatan
    Evaluasi
    Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan aliran arteri dan vena terputus.

    S : klien mengatakan sudah membaik
    O:TD:Normal,N:Normal,S:normal,RR:normal
    A: masalah teratasi
    P: hentikan interfensi
    Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan.

    S : klien mengatakan nyeri yang di rasakan hilang
    O : TD:Normal,N:Normal,S:normal,RR:normal
    A: masalah teratasi
    P: hentikan interfensi
    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
    S : klien sudah dapat berja;an dan beraktifitas normal
    O : TD:Normal,N:Normal,S:normal,RR:normal
    A: masalah teratasi
    P: hentikan interfensi






    PENUTUP
    a.    Kesimpulan
    Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan innterstiil dalm substansi otak tanpa di ikuti terputusnya kontinuitas otak. (Arif Muttaqin, 2008, hal 270-271).
    Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi trauma oleh benda/serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan perlambatan (ekselerasi-deselarasi) pada otak serta kecelakaan lalu lintas.

    b.    Saran

    Setelah pembuatan makalah ini sukses diharapkan agar mahasiswa giat membaca makalah ini, dan mencari ilmu yang lebih banyak diluar dari makalah ini terkait tentang meteri dalam pembahasan, dan tidak hanya berpatokan dengan satu sumber ilmu (materi terkait), sehingga dalam tindakan keperawatan dapat menerapkan tindakan sesuai dengan teori pada klien dengan cedera kepala.
    Saran yang disampaikan kepada Mahasiswa Keperawatan adalah :

    1)    Dapat menerapkan tindakan keperawatan pada klien dengan cedera kepala sesuai dengan prosedur dan teori.
    2)    Dapat menilai batasan GCS (Glassgow Coma Scale).
    3)    Dapat memberikan pendidikan kesehatan terhadap keluarga maupun klien, baik di rumah sakit maupun di rumah.




    DAFTAR PUSTAKA
    Docterman, Bullechek.2012.Nursing Intervention Classification (NIC). Amerika:Mosby Elseveir Academic
    Fransisca,Batticaca B. 2008.Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta : Salemba Medika
    Mansjoer, Arif.2000.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta : Media Aesculapius
    Muttaqin, Arif. 2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta : Salema Medika
    Nanda.2009.Diagnosa Keperawatan.Jakarta:EGC

    Pierce A. Grace & Neil R. Borley. 2006.Ilmu Bedah.Jakarta : Erlangga Swanson,Maas,Morhead,Dkk.2012.Nursing Out Comes (NOC).Amerika:Mosby Elseveir Academic

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar