• Home
  • Posts RSS
  • Comments RSS
  • Edit
  • Assalamualaikum wr.wb.

    Assalamualaikum wr.wb.

    Jumat, 17 Oktober 2014

    Spina Bifida

    BAB I
    PENDAHULUAN

    1.1 LATAR BELAKANG
    Spina bifida adalah penutupan salah satu kolumna vertebralis tanpa tingkatan protusi jaringan melalui celah tulang ( Donna L.wong,2003). Penyakit spina bifida atau sering dikenal dengan sumbing tulang belakang adalah salah satu penyakit yang banyak terjadi pada bayi. Penyakit ini menyerang melalui medulla spinalis dimana ada suatu celah pada tulang belakang (vertebra). Hal ini terjadi karena ada satu atau beberapa bagian dari vertebara gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh dan dapat menyebabkan cacat berat pada bayi,ditambah lagi penyebab utama dari penyakit ini masih belum jelas. Hal ini jelas akan menyebabkan gangguan pada sistem saraf karena medula spinalis termasuk sistem saraf pusat yang tentunya memiliki peranan yang sangat penting dalam sistem saraf manusia. Jika medulla spinalis mengalami gangguan,system-sistem lain yang diatur oleh medulla spinalis pasti juga akan terpengaruh dan akan mengalami gangguan pula. Hal ini akan semakin memperburuk kerja organ dalam tubuh manusia , apalagi pada bayi yang system tubuhnya belum berfungsi secara maksimal.Fakta mengataka dari 3 kasus yang sering terjadi pada bayi yang baru lahir di Indonesia yaitu ensefalus,anensefali, dan spina bifida. Sebanyak 65% bayi baru lahir terkena spina bifida. Sementara itu fakta lain mengatakan 4,5% dari 10.000 bayi yang lahir di Belanda menderita penyakit ini atau sekitar 100 bayi setiap tahunnya. Bayi – bayi tersebut butuh perawatan medis yang intensif sepanjang hidup mereka. Biasanya mereka menderita lumpuh kaki, dan dimasa kanak-kanak harus dioperasi berulang kali.
    1.2 RUMUSAN MASALAH
    1.Apa defenisi dari spina bifida?
    2. Bagaimana etiologi dari spina bifida?
    3.Apa saja klasifikasi dari spina bifida?
    4. Apa Manifestasi klinis dari spina bifida?
    5.Bagaimana Patofisiologi dari spina bifida?
    6.Bagaimana Pemeriksaan penunjang dari spina bifida?
    7.Bagaimana Penatalaksanaan dari spina bifida?                                          
    8.Apa saja Komplikasi dan faktor resiko dari spina bifida?                          

    1.3 TUJUAN
    1.Tujuan Umum
    Mahasiswa mampu menjelaskan tentang konsep penyakit spina bifida serta
    pendekatan asuhan keperawatannya.

    2.Tujuan Khusus
    ·         Mahasiswa mampu mengidentifikasikan defenisi dari spina bifida
    ·         Mahasiswa mampu mengidentifikasikan etiologi dan klasifikasi dari spina bifida
    ·         Mahasiswa mapu mengidentifikasi tanda dan gejala penyakit spina bifida
    ·         Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan menguraikan patofisiologi
    ·         Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang dari penyakit spina bifida
    ·         Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan penyakit spina bifida
    ·         Mahasiswa bisa mengetahui faktor resiko dan kompliksasi dari penyeakit ini
    ·         Mahasiswa dapat mengetahui diagnosa dan konsep askep dari spina bifida.





                                                   
    BAB II
    PEMBAHASAN

    2.1 DEFINISI
    Spina bifida adalah defek pada penutupan kolumna vertebralis dengan aatau tanpa tingkatan protusi jaringan melalui celah tulang (Donna L, Wong,2003). Spina bifida (sumbing tulang belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra) yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh. Spina bifida adalah kegagalan arkus vertebralis untuk berfusi di posterior (Rosa M Sacharin, 1996)
    Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus posterior tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis pada perkembangan awal dari embrio (Chairuddin Rasyad, 1998).
    Keadaan ini biasanya terjadi pada minggu ke empat masa embrio. Derajat dan lokalisasi defek bervariasi, pada keadaan yang ringan mungkin hanya ditemukan kegagalan fungsi satu atau lebih dari satu arkus pascaerior vertebra pada daerah lumosakral.

    2.2 ETIOLOGI
    Penyebab spesifik dari spina bifida tidak diketahui,tetapi di duga akibat:
    ·         Genetik
    ·         Kekurangan asam folat pada masa kehamilan 

    2.3 KLASIFIKASI
    ·         Spina bifida okulta
    Merupaka spina bifida yang paling ringan satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaput otak ( meningitis ) tidak menonjol. Gejalanya:
    ü  Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang)
    ü  Lekukan pada daerah sacrum .
    ·         Spina bifida aperta
    Bentuk cacat tabung saraf tempat kantong selaput otak menonjol    melalui lobang. Kulit diatas pembengkakan biasanya tipis, tekanan pada     kantong menyebabkan fontanella menonjol. Spina Bifida Aperta dapat terjadi 2 keadaan :
    ü  Meningokel
    ketika kantung berisi cairan cerebro-tulang belakang (cairan yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang) dan meninges (jaringan yang meliputi sumsum tulang belakang), tidak ada keterlibatan saraf. meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan dari cairan dibawah kulit.
    Meningokel melibatkan meningen, yaitu selaput yang bertanggung jawab untuk menutup dan melindungi otak dan sumsum tulang belakang. Meningokel memiliki gejala lebih ringan daripada myelomeningokel karena korda spinalis tidak keluar dari tulang pelindung, Meningocele adalah meningens yang menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit dan ditandai dengan menonjolnya meningen, sumsum tulang belakang dan cairan serebrospinal. Meningokel seperti kantung di pinggang, tapi disini tidak terdapat tonjolan saraf corda spinal. Seseorang dengan meningocele biasanya mempunyai kemampuan fisik lebih baik dan dapat mengontrol saluran kencing ataupun  kolon.
    ü  Myelomeningokel
    Myelomeningokel ialah jenis spina bifida yang kompleks dan paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan keluar dari tubuh, kulit diatasnya tampak kasar dan merah. Penaganan secepatnya sangat di perlukan untuk mengurangi kerusakan syaraf dan infeksi pada tempat tonjolan tesebut. Jika pada tonjolan  terdapat syaraf yang mempersyarafi otot atau extremitas, maka fungsinya dapat terganggu, kolon dan ginjal bisa juga terpengaruh. Jenis myelomeningocale ialah jenis yang  paling sering dtemukan pada kasus spina bifida. Kebanyakan bayi yang lahir dengan jenis spina bifida juga memiliki hidrosefalus, akumulasi cairan di dalam dan di sekitar otak.






    2.4 PATOFISIOLOGI



    2.5 MANIFESTASI KLINIS
    Spina bifida okulta dapat asimptomik atau berkaitan dengan :
    ·         Pertumbuhan rambut di sepanjang spina
    ·         Lekukan di garis tengah, biasanya di area lumbosakral
    ·         Abnormalitas gaya berjalan atau kaki
    ·         Kontrol kandung kemih yang buruk
    Meningokel dapat asimptomik ata berkaitan dengan :
    ·         Tonjolan mirip kantong pada meninges dan CSS dari punggung
    ·         Club foot
    ·         Gangguan gaya berjalan
    ·         Inkontinensia kandung kemih
    Mielomeningokel berkaitan dengan :
    ·         Tonjolan meninges, CSS, dan medulla spinalis
    ·         Defisit neurologis setinggi dan di bawah tempat pajanan

    2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
    Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada trimester pertama wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut Triple Screen. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma down dan kelainan bawaan lainnya. 85 % wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida akan memiliki kadar serum alfa feytoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida.
    Kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban)
    Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut :
    • Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.
    • USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun vertebra.
    • CT-Scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya kelainan.

    2.7 PENATALAKSANAAN
    Pembedahan mielomeningokel dilakukan pada periode neonatal untuk mencegah ruptur. Perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinal dan pirau CSS pada bayi hidrocefalus dilakukan pada saat kelahiran. Pencangkokan pada kulit diperlukan bila lesinya besar. Antibiotic profilaktik diberikan untuk mencegah meningitis. Intervensi keperawatan yang dilakukan tergantung ada tidaknya disfungsi dan berat ringannya disfungsi tersebut pada berbagai sistem tubuh.
    Berikut ini adalah obat-obat yang dapat diberikan :
    • Antibiotic digunakan sebagai profilaktik untuk mencegah infeksi saluran kemih (seleksi tergantung hasil kultur dan sensitifitas).
    • Antikolinergik digunakan untuk meningkatkan tonus kandung kemih.
    • Pelunak feces dan laksatif digunakan untuk melatih usus dan pengeluaran feces.
    Penatalaksanaan Keperawatan
    • Pre – operasi
    Segera setelah lahir daerah yang terpapar harus dikenakan kasa steril yang direndam salin yang ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar harus ditutupi kasa yang tidak melekat, misalnya telfa untuk mencegah jaringan syaraf yang terpapar menjadi kering.
    Perawatan prabedah neonatus rutin dengan penekanan khusus pada mempertahankan suhu tubuh yang dapat menurun dengan cepat. Pada beberapa pusat tubuh bayi ditempatkan dalam kantong plastik untuk mencegah kehilangan panas yang dapat terjadi akibat permukaan lesi yang basah.
    Suatu catatan aktivitas otot pada anggota gerak bawah dan spingter anal akan dilakukan oleh fisioterapist. Lingkaran oksipito-frontalis kepala diukur dan dibuat grafiknya.
    • Pasca operasi
    Perawatan pasca bedah neonatus umum. Pemberian makanan peroral dapat diberikan 4 jam setelah pembedahan. Jika ada drain penyedotan luka maka harus diperiksa setiap jam untuk menjamin tidak adanya belitan atau tekukan pada saluran dan terjaganya tekanan negatif dalam wadah. Cairan akan berhenti berdrainase sekitar 2 atau 3 hari pasca bedah, dimana pada saat ini drain dapat diangkat. Pembalut luka kemungkinan akan dibiarkan utuh, dengan inspeksi yang teratur, hingga jahitan diangkat 10 – 12 hari setelah pembedahan.
    Akibat kelumpuhan anggota gerak bawah, maka rentang gerakan pasif yang penuh dilakukan setiap hari. Harus dijaga agar kulit di atas perinium dan bokong tetap utuh dan pergantian popok yang teratur dengan pembersihan dan pengeringan yang seksama merupakan hal yang penting.
    Prolaps rekti dapat merupakan masalah dini akibat kelumpuhan otot dasar panggul dan harus diusahakan pemakaian sabuk pada bokong .Lingkaran kepala diukur dan dibuat grafik sekali atau dua kali seminggu. Seringkali terdapat peningkatan awal dalam pengukuran setelah penutupan cacad spinal dan jika peningkatan ini berlanjut dan terjadi perkembangan hidrosefalus maka harus diberikan terapi yang sesuai. (Rosa.M.Sacharin,1996).





    BAB III
    ASUHAN KEPERAWATAN

    3.1 PENGKAJIAN
    1. Riwayat kesehatan keluarga.
      Adakah yang menderita penyakit sejenis, bagaimana kondisi kehamilan ibu (demam selama kehamilan, epilepsi, mengkonsumsi obat-obat tertentu, dsb), kaji kehamilan sebelumnya (angka kejadian semakin meningkat jika pada kehamilan dua sebelumnya menderita meningomielokel atau anencefali).
    2. Riwayat kesehatan sekarang.
      Apa keluhan utama (kelumpuhan, gangguan eliminasi, dsb), adakah penderita yang sama di lingkungan penderita, sudah berapa lama menderita, kapan gejala terasa dan keluhan lain apa yang mengikutinya.
    3. Pengkajian fisik
      Pada pengkajian fisik didapat data-data sebagai berikut :
      -  Aktivitas/istirahat
      Tanda : kelumpuhan tungkai tanpa terasa atau refleks pada bayi.
      Gejala : dislokasi pinggul.
      -  Sirkulasi
      Tanda : pelebaran kapiler dan pembuluh nadi halus, hipotensi, ekstremitas dingin atau sianosis.
      -  Eliminasi
      Tanda : diurnal ataupun nocturnal, inkontinensia urin/alfi, konstipasi kronis.
      -  Nutrisi
      Tanda : distensi abdomen, peristaltic usus lemah/hilang (ileus paralitik).
      -  Neuromuskuler
      Tanda : gangguan sensibilitas segmental dan gangguan trofik paralisis kehilangan refleks asimetris termasuk tendon dalam, kehilangan tonus otot/vasomotor ; kelumpuhan lengan tungkai dan otot bawah.
      -  Pernapasan
      Tanda : pernapasan dangkal, periode apneu, penurunan bunyi napas.
      Gejala : napas pendek, sulit bernapas.
      -  Kenyamanan
      Gejala : suhu yang berfluktuasi.
    4. Pemeriksaan diagnostic
      - MRI, CT scan, X-ray
      - Tes serum alfa fetoprotein (AFP)
      - Ultrasound

    3.2 ANALISA DATA
    Meliputi keluhan yang dirasakan pasien (Data Subyektif) dan Data yang dapat diperiksa (Data Obyektif). Contoh Analisa Data pada Pasien Spina Bifida :
    • Ds: - keluarga Ny. H  mengatakan cemas dengan tindakan operasi terhadap anaknya.
    Do: tampak wajah  Ny. H bingung dan ketakutan
    • Ds : - Ny. H mengatakan An.A  menangis terus setelah operasi
    Do: - tampak anak A menangis kesakitan
    • Ds : - Ny. H mengatakan anak A menangis terus setelah operasi
    Do : - anak tampak nangis

    3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
    Beberapa diagnosa yang mungkin muncul pada pasien Spina Bifida :
    1        Nyeri akut berhubungan dengan  agen injuri fisik (proses pemebedahan)
    2        Cemas berhubungan dengan akan dilaukan tindakan pembedahan
    3        Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif dan kurangnya informasi tentang penyakit
    4        Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive,luka insisi post pembedahan.

    3.4 INTERVENSI KEPERAWATAN
    1.      Nyeri akut b/d injuri fisik (proses pembedahan)
      • Kaji skala nyeri R/Mengevaluasi skala nyeri dan menetapkan intervensi selanjutnya.
      • Atur posisi klien yang nyaman R/. menurunkan tegangan dan mengurani nyeri
      • Lakukan teknik pijat bayi yang benar R/meningkatkan relaksasi
      • Lakukan pergantian perban dan pengawasan pada luka operasi R/untuk mengetahui akan terjadi infeksi
      • kolaborasi dengan tim medis dalam pemebrian obat analgetik R/sebagai agen anti nyeri
    1. Cemas berhubungan dengan akan dilaukan tindakan pembedahan
      • Bina hubungan saling percaya R/   Mempermudah intervensi
      • Observsi TTV R/ Mengetahui tekanan darah dan denyut nadi meningkat
      • Jelaskan bahwa penyakitnya bisa di sembuhkan R/ Dengan tindakan operasi penyakinya bisa disembuhkan
      • Berikan reinfocement untuk menggunakan Sumber Coping yang efektif.
    1. Kurang Pengetahuan b/d Keterbatasan Kognitif Dan Kurangnya informasi Tentang Penyakit
      • Jelaskan proses penyakit
      • Jelaksan tentang program pengobatan
      • Jelaskan tindakan untuk untuk mencegah komplikasi
      • Tanyakan kembali pengetahuan keluarga pasien tentang penyakit dan program perawatan
      • Berikan reinfocement
    1. Resiko infeksi  b/d insisi luka operasi
      • Kaji TTV
      • Observasi tanda-tanda infksi
      • Lakukan perawatan luka dengan teknik septik dan aseptik
      • Observasi luka insisi

    3.5  IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
    1.      Nyeri akut b/d injuri fisik (proses pembedahan)
      • Mengkaji skala nyeri R/Mengevaluasi skala nyeri dan menetapkan intervensi selanjutnya.
      • Mengatur posisi klien yang nyaman R/. menurunkan tegangan dan mengurani nyeri
      • Melakukan teknik pijat bayi yang benar R/meningkatkan relaksasi
      • Melakukan pergantian perban dan pengawasan pada luka operasi R/untuk mengetahui akan terjadi infeksi
      • Berkolaborasi dengan tim medis dalam pemebrian obat analgetik R/sebagai agen anti nyeri
    2.      Cemas berhubungan dengan akan dilaukan tindakan pembedahan
      • Membina hubungan saling percaya R/   Mempermudah intervensi
      • Mengobservsi TTV R/ Mengetahui tekanan darah dan denyut nadi meningkat
      • Menjelaskan bahwa penyakitnya bisa di sembuhkan R/ Dengan tindakan operasi penyakinya bisa disembuhkan
      • Memberikan reinfocement untuk menggunakan Sumber Coping yang efektif.
    3.      Kurang Pengetahuan b/d Keterbatasan Kognitif Dan Kurangnya informasi Tentang Penyakit
      • Menjelaskan proses penyakit
      • Menjelaksan tentang program pengobatan
      • Menjelaskan tindakan untuk untuk mencegah komplikasi
      • Menanyakan kembali pengetahuan keluarga pasien tentang penyakit dan program perawatan
      • Memberikan reinfocement
    4.      Resiko infeksi  b/d insisi luka operasi
      • Mengkaji TTV
      • Mengobservasi tanda-tanda infksi
      • Melakukan perawatan luka dengan teknik septik dan aseptik
      • Mengobservasi luka insisi
    3.6 EVALUASI
    1. Nyeri teratasi
    2. Aktivitas mandiri
    3. Gangguan harga diri teratasi
    4. Klien mengerti dan memahami tentang penyakit dan pengobatannya



    BAB IV
    PENUTUP

    4.1 KESIMPULAN
    Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus pascaerior tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis pada perkembangan awal dari embrio. Penyebab dari spina bifida belum diketahui secara pasti,tetapi diduga akibat faktor genetik dan kekurangan asam folat pada masa kehamilan. Gejala bervariasi tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun nakar saraf yang terkena.
    Pembedahan mielomeningokel dilakukan pada periode neonetal untuk mencegah ruptur. Perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinal dan pirau CSS pada bayi hidrosefalus dilakukan pada saat kelahiran. Pencangkokan pada kulit diperlukan bila lesinya besar. Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk mengobati hidrosefalus. Kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida.

    4.2 SARAN
    Deteksi dini dan pencegahan pada awal kehamilan dianjurkan untuk semua ibu yang telah melahirkan anak dengan gangguan ini dan dan pemeriksaan ditawarkan bagi semua wanita hamil.







    DAFTAR PUSTAKA
    1.  Catzel, Pincus. 1994. Kapita Selekta Pediatri. Edisi II. Editor : Adrianto, Petrus. Jakarta : EGC.
    2.      Betz, Cecily L,dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.
    3.      Rendle, John Dkk. 1994. Ikhtisar Penyakit Anak Edisi 6 Jilid 2. Bina Rupa Aksara: Jakarta
    4.      Sacharin, Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Editor : Ni Luh Yasmin. Jakarta: EGC.
    5.      Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi IV. Jakarta: EGC.
    6.      Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Bag. 3. EGC: Jakarta.
    7.      Sacharin, Rosa M.1986.Prinsip Kepeawatan Pediatrik.Jakarta:EGC



    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar